Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenapa Anak Memiliki Kemampuan Berbeda-beda?

31 Juli 2021   12:58 Diperbarui: 3 Agustus 2021   05:25 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar anak bisa merupakan indikator bakatnya (shironosov via lifestyle.kompas.com)

Teaching kids different ways to process information takes advantage of the brain's ability to build new pathways.

Kalimat di atas merupakan sebuah rangkuman tulisan dari seorang penulis, Amanda Morin yang merilis sebuah buku berjudul The Everything Parent's Guide to Special Education.

Dalam salah satu tulisannya, Morin menjelaskan bagaimana anak memperoleh skill kognitif dan belajar. 

Ada satu hal yang saya rasa sangat bermanfaat diketahui oleh orangtua, dan di sini saya akan mencoba membahasnya.

Pernahkah memperhatikan bagaimana seorang tukang membangun rumah? 

Semua diawali dengan sebuah fondasi dan kemudian segala sesuatu baru bisa dibangun di atasnya. Tanpa fondasi, mustahil yang lainnya bisa dimulai.

Cara kerja otak seorang anak sama persis seperti pola kerja sebuah bangunan. Agar bisa berfungsi, otak harus lebih dulu memiliki fondasi. 

Adapun pengalaman yang diperoleh anak dengan berinteraksi sangat erat kaitannya dengan jenis fondasi yang dibangun oleh otak.

Kenapa setiap anak memiliki kemampuan berbeda?

Mungkin sering orangtua bertanya-tanya perihal ini. Ada anak yang cepat berbicara, ada yang lambat berjalan, ada yang mudah berinteraksi dan ada juga yang takut berinteraksi dengan orang lain. Pertanyaannya, "kenapa bisa demikian?"

Jawabannya cuma satu, karena otak menerima input yang berbeda. Setiap anak yang hidup dalam sebuah keluarga pasti memiliki kebiasaan berbeda, ini membuat pola interaksi jelas berbeda. Belum lagi kebiasaan dalam keluarga yang bervariasi.

Input yang diterima otak menjadi sebuah sistem kerja yang disebut brain's wiring system. Sel otak yang dikenal dengan sebutan neuron kalau diibaratkan sama seperti sebuah pohon kecil. 

Saat seorang bayi mulai melihat dan mendengar segala informasi masuk ke otak dan mulai bercabang layaknya sebuah pohon.

Neuron akan mengirim koneksi sesama neuron yang disebut dengan neural pathways. 

Nah, koneksi antar neuron ini jika kita ibaratkan seperti saat kita menekan saklar untuk menghidupkan sebuah lampu. Ada arus yang berjalan di dalam kabel sehingga lampu bisa hidup.

Untuk bisa menghasilkan sebuah output, otak harus mengirim koneksi antar neuron sehingga ada reaksi. 

Uniknya, berbeda dengan sistem kerja sebuah saklar, otak melakukan semua ini tanpa adanya sentuhan. Artinya semua koneksi terhubung berkat adanya synapses. 

Apa itu synapses? Pernah lihat gardu listrik? Begitulah perumpamaan synapses, ia memiliki fungsi sebagai electrical boxes. 

Layaknya gardu listrik, synapses adalah tempat di mana semua koneksi berkumpul. Tapi, tunggu dulu, semua koneksi ini baru terhubung berkat bantuan neurotransmitter, yaitu senyawa kimia dalam yang membantu menghubungkan semua pesan di synapses.

Bagamaina luar biasanya Allah menciptakan otak dengan segala sistem kerjanya yang tidak ada bandingan. 

Di dalam otak ada sistem yang memang sudah Allah tetapkan bekerja tanpa perlu input, contohnya kita bisa bernafas tanpa harus belajar terlebih dahulu.

Menariknya, beberapa bagian otak harus memiliki input agar bisa menghasilkan output. 

Dalam istilah ilmu otak ini disebut activity-dependent circuits. Semakin sering input didapat, maka semakin kuat koneksi yang dihasilkan. Semua input ini berhubungan dengan semua panca indra. 

Kembali ke pertanyaan awal, kenapa setiap anak memiliki kemampuan berbeda?

Bukankah sebuah pohon dengan perlakuan berbeda akan menghasilkan buah berbeda? 

Bagi seorang anak yang baru terlahir, otak belum memiliki input. Di tahap ini otak menyerap informasi melalui panca indra secara bertahap dan menjadikannya input yang kemudian dikeluarkan menjadi output.

Nah, setiap perlakuan, pola interaksi dan komunikasi yang diterima anak akan secara default menjadi input, diproses di neuron, dikumpulkan di synapses, baru kemudian terhubung oleh neurotransmitter. 

Bayangkan saja jika yang dilihat anak setiap hari hal-hal buruk, cara berbicara yang tidak baik, kebiasaan makan tidak baik, pola tidur tidak beraturan, rumah yang berantakan, kira-kira jenis output bagamaina yang akan dihasilkan dari dalam rumah seperti ini?

Semakin sering seorang anak melihat, mendengar, merasakan pola interaksi dan komunikasi yang sama maka otak akan semakin kuat menghasilkan koneksi antar neuron. Semua input ini akan berakhir menjadi sebuah sumber informasi bagi seorang anak untuk belajar.

Jadi, kenapa seorang anak yang sudah terbiasa dengan pola hidup buruk susah berubah? 

Alasannya karena koneksi antar neuron yang tersimpan di synapses sudah terhubung kuat. Semakin kuat maka akan semakin sulit dihilangkan.

Lebih mudah dipahami seperti ini, dalam sebuah rumah yang memiliki banyak aliran listrik yang sudah terhubung, untuk mengetahui mana kabel yang menghidupkan lampu tertentu pasti sangat sulit. 

Anak yang terbiasa mendengar teriakan dan kata-kata kotor akan dengan mudah mewarisi sifat yang sama, sebaliknya anak yang selalu dibiasakan berbicara sopan dengan kata-kata yang baik akan mewarisi hal yang sama. Input creates output.

Wire or Rewire your Child's Brain

Beberapa bulan yang lalu saya mendalami isi sebuah buku yang berjudul Rewire your brain Anxious brain: How to Use the Neuroscience of Fear to End Anxiety, Panic, and Worry ditulis oleh Chaterin, M, dkk. 

Dari buku ini saya memahami bagaimana pola kerja otak secara detail. 

Bisakan kita memprogram ulang isi otak kita? 

Ada sebagaian orangtua yang mungkin bertanya apakah merubah kebiasaan anak dari buruk menjadi baik bisa dilakukan? 

Berdasarkan penjelasan buku ini jawabannya mungkin, tapi tidak mudah. Untuk mengubah sebuah kebiasaan atau kelakuan, perlu yang namanya rewire atau mudah dipahami dengan memprogram ulang. 

Caranya dengan memasukkan input baru ke dalam otak dan perlahan menghapus input yang sudah tertanam di dalam otak.

Kenapa proses rewire ini tidak gampang? Karena input yang sudah lama tertanam di dalam otak akan menjadi database berbentuk default. 

Ringkasnya, jika orangtua ingin merubah anak yang terbiasa berbicara tidak sopan, maka yang harus diubah dahulu adalah lingkungannya, tujuannya agar input baru yang masuh ke otak sesuai seperti yang diharapkan.

Merubah input tanpa terlebih dahulu memperbaiki lingkungan itu ibarat mengobati gigi yang sakit tapi tetap memakan makanan yang membuat gigi sakit. 

Anak yang berbicara tidak sopan tidak bisa diubah dengan hanya memberinya pelajaran kesopanan semata. 

Untuk memperbaikinya dibutuhkan input baru dengan cara memperbaiki cara berbicara orang-orang terdekat terlebih orangtua dan semua yang tinggal di dalam rumah. 

Ketika input baru terbentuk maka otak akan melakukan proses rewire dengan merubah input lama dan menggantikan dengan input baru. 

Tapi, input yang baru harus terus menerus diterima otak sampai input yang lama terhapus otomatis. Yah, ini memang tidak mudah.

Adakah Cara yang Lebih Mudah?

Ada, cara yang paling mudah dan efektif yaitu dengan proses wire saja. Apa maksudnya? 

Proses wire dapat dilakukan dengan membiasakan bayi menerima input baik sejak terlahir. Ini adalah proses alamiah yang paling efektif membentuk seorang anak menjadi yang kita kehendaki.

Wire dalam konteks ini adalah membentuk lingkungan yang benar-benar suportif untuk menghasilkan input yang sesuai. 

Jadi, orangtua tidak lagi butuh proses rewire nantinya karena memang dari awal input-nya sudah benar. 

Kalau dicermati dan dipikirkan dengan baik, sebenarnya membentuk input yang baik dan berguna itu sulitnya hanya paling lama 7 (tujuh) tahun. Sisanya adalah memanen output. Kesabaran adalah kunci utama dalam menghadirkan input yang baik.

Jika selama 7 (tujuh) tahun orangtua sanggup bersabar memperlihatkan cara hidup baik kepada anak dan merawat dan menjaga anak dari input yang buruk, maka saat anak mulai beranjak remaja mereka akan memiliki software yang siap bekerja. 

Setiap orangtua punya pilihan untuk fokus kepada proses wire atau rewire. Mereka yang bijak akan rela bersabar beberapa tahun untuk menghasilkan output yang baik melalui input yang baik pula, namun bagi sebagian orangtua mereka condong berharap hasil instan dengan cara instan pula.

Sayangnya, mereka lupa bahwa output yang baik itu datangnya dari dalam rumah melalui contoh yang baik dan kebiasaan yang baik. 

Di sini awal mula munculnya input yang direkam oleh neuron dan disimpan oleh synapses dan terhubung oleh neurotransmitter.

Jadi, sebagai orangtua yang bijak, buatlah rumah sebagai sebuah sarana menciptakan input yang terbaik bagi anak. 

Warisi anak dengan cara berinteraksi dan berkomunikasi yang baik agar output yang dihasilkan sesuai dengan harapan orangtua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun