Mohon tunggu...
Maman Fathor Rahman Emha
Maman Fathor Rahman Emha Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang Penulis Tak Bertuan Yang Ber-TUHAN | Mahasiswa | Blog : www.mamanism.co.nr | Twitter : @mamanism\r\n\r\nSalam Republik Kompasiana ^_~

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Di Tepi Sungai Loire dan Senja yang Merah-Jingga

20 Desember 2013   17:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_285038" align="aligncenter" width="574" caption="Source : http://correresmidestino.com/the-loire-river/"][/caption] Di tepi sungai Loire dan senja yang merah-jingga. Adalah senja yang aku hitung secara perlahan lewat kenanganku. Di lekuk cahayanya, Katanya; kesetiaan pernah ada--dulu. Masihkah kau ingat, kasih. Aku adalah jeda dalam tubuhmu. Di perapian tanganmu, pernah aku titipkan selongsong peluru yang berisi rindu. Agar nanti saat aku mulai meninggalkanmu. Kau bisa menarik pelatuknya dan menembakkannya pada dadaku. Sebab, aku pun tak ingin kau mulai melupakanku. Dan aku pun begitu. Di tepi sungai Loire dan senja yang merah-jingga. Dulu. Pernah ada sebentuk janji bukan ? Janji yang masih kuingat baik - baik dalam kepalaku. Janji dua ekor merpati yang berikrar di balik rimbun daun - daun. Katamu, "Tuan, izinkan aku memeluk kesetiaan ini dengan tanpa tepi" Dan Aku pun membalasmu, "Baiklah, Nona. Jangan pernah kau lepaskan tepi yang sudah ada ini, meski nanti di tanahnya beberapa rindu akan sering mati dan tumbuh lagi" Dan kasih. Apakah kau tahu ? Di dadaku, tak ada lagi gemuruh yang mampu bersuara lagi. Sebab kini, di tanganku tak ada lagi lembut tanganmu yang begitu arif. Di tepi sungai Loire dan senja yang merah-jingga. Aku memeluk kehilangan yang menyisakan tanya. Bahkan tak ada tanda yang sempat mengisyaratkannya. Kau. Bahkan bayanganmu. Tak pernah lagi menjengukku. Hanya rupa hitam yang berbentuk potret masa lalu. Yang setia mengikuti setiap jejak kaki langkahku. Bukan hanya ingatanku, bahkan senja pun pernah menimpali kenanganku. "Bukankah dia adalah Nona yang sangat engkau cintai ? Dan engkau pun begitu mencintainya ?" "Mengapa dia berlalu ? Apakah memang harus ada kehilangan setelah cinta yang begitu tulus ?" Aku pun tak sanggup menjawabnya. Hanya kerlingan bulir air mata yang menggema sekarang. Berderai berjatuhan. Lalu, sesaat kemudian aku menimpalinya kembali. "Bukan seperti itu senja. Mungkin memang harus ada kehilangan setelah cinta yang begitu tulus." "Bukankah waktu pernah mengajarkanmu seperti itu. Bahwa kau dan segala keindahanmu harus pergi sejenak, lalu kembali lagi setelah malam akan beranjak." "Mungkin itulah yang dinamakan CINTA, ada saatnya menjingga, ada saatnya memerah. Sama seperti dirimu, Senja. Di tepi sungai Loire dan senja yang merah-jingga. Ingatlah, bahwa aku sangat mencintaimu. Bahkan sampai saat ini dan juga nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun