Tidak dapat terpisahkan. Korelasi Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20. Lebih detail lagi Pasal 20 ayat (4). Bacaan ayat (4) tersebut. Jika Presiden "IYA", maka revisi UU KPK sah. Jika "TIDAK", maka revisi UU KPK tidak sah. Sederhana saja jika Presiden memahaminya. Â
Andaikan saja, Presiden diam?, maka ayat (5) sejak 30 hari resmi secara otomatis jadi UU. Jeda sebelum 30 hari?atau jika sudah lewat? jika Presiden niat, maka berhak mengeluarkan Perppu (Pasal 22 ayat (1)) dapat dikeluarkan untuk mengganti UU yang telah disahkan.Â
Inilah daya tawar betapa kuatnya sistem Presidential dan kewenangan besar bagi Presiden. Apalagi mayoritas suara 560 anggota DPR ada di koalisi pemerintahan.
Presiden adalah benteng akhir sah dan tidaknya Revisi UU KPK. Itu konsekuensi logis Sistem Presidential. Itu implikasi rasional konsep demokrasi. Keberanian Presiden bersikap adalah linear strong leadership dalam pemberantasan korupsi. Sahnya Revisi UU KPK adalah sama dengan bunyi lonceng korupsi menggurita. Sahnya Revisi UU KPK adalah sama dengan padamnya api pemberantasan korupsi. Mari kita tunggu bersama sikap dan political will Presiden selanjutnya akan seperti apa?
Penulis : Saifudin/Mas Say
Akademisi, Praktisi (Constitutional Lawyer), Pakar Muda Hukum Tata Negara, Aktivis, Pegiat demokrasi dan Pegiat anti korupsi (pada "Lembaga Demokrasi Anti Korupsi, DISKUSI")