Mohon tunggu...
Mas Sam
Mas Sam Mohon Tunggu... Guru - Guru

Membaca tulisan, menulis bacaan !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohon Kamboja Kesayangan Sarang Kuntilanak

24 Oktober 2020   19:38 Diperbarui: 24 Oktober 2020   19:42 1354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalo saja bukan karena komplin para tetangga aku tidak mungkin ingin menebangnya. 

Pohon-pohon kamboja di halaman rumahku itu sudah seperti anggota keluargaku sendiri. Aku menanamnya berbarengan dengan kepindahan kami menempati rumah ini.

Awalnya istriku pun tidak setuju aku menanam pohon kamboja. Kata istriku, pohon kamboja itu pepohonan yang pantasnya hanya di kuburan.

"Siapa bilang kamboja pohon kuburan. Di Bali justru pohon yang diistimewakan. Setiap laki-laki dan perempuan Bali selalu menyelipkan setangkai bunga kamboja di rambut di atas telinganya. Bahkan setiap tempat pedupaan selalu ditebari bunga kamboja", kataku mencoba meyakinkannya.

"Perumahan-perumahan elit di Jakarta juga banyak yang ditanami bunga kamboja sebagai tanaman hias", inbuhku.

suara.com
suara.com

Aku menanam empat pohon kamboja. Dua di sisi kiri dan dua lagi di sisi kanan pintu gerbang halaman rumah. Sengaja aku menanam yang berbeda bunganya. Ada kamboja putih, kuning, merah dan persilangan antara kamboja yang berbunga putih dan kuning.

tirto.id
tirto.id

Setelah hampir sepuluh tahun kami menempati rumah, pohon-pohon kamboja itu pun tumbuh subur. Bahkan tingginya sudah lebih 5 meteran. Pucuk daunnya mencapai balkon di lantai atas.

Bunganya bermekaran setiap hari. Bunga-bunga itu menyebarkan bau yang wangi. Aku suka sekali memandangi ketika sedang bermekaran dan menghirup sepuas-puasnya wanginya.

                                        **

"Mas pohon kambojanya ditebang saja lah", kata salah seorang tetangga.

"Anak-anak jadi takut kalo pulang mengaji", seorang yang lainnya menimpali.

"Apalagi kalo sudah tengah malam, sereem mas", kata yang lainnya lagi.

"Masa si bu ?", tanyaku.

"Mas nggak lihat si."

"Lho kalo tengah malam justru aku suka melihat-lihat bunga kamboja yang mekar bu."

"Emang ada apanya bu kalo malam ?", tanyaku.

Ibu yang bilang kalo malam serem kemudian menjelaskan dia pernah lihat seorang perempuan cantik berambut panjang dengan baju serba warna putih. Suka melihat orang -orang yang lewat rumahku. Kadang-kadang dia tertawa yang membuat bulu kuduk berdiri.

"Kunti kan suka dengan bau bunga kamboja mas !"

                                     **

ekor9.com
ekor9.com

Dengan berat hati aku harus menuruti permintaan para tetangga. Aku tidak mau hubungan kekerabatan di kompleks ini terganggu karena keegoisanku.

Malam hari sebelum besoknya aku harus menebang pohon kamboja kesukaanku, aku sengaja keluar malam. Aku ingin membuktikan omongan tetangga apa bener pohon kamboja di halaman rumahku menjadi sarang kuntilanak.

Tepat tengah malam aku keluar rumah berdiri di balkon. Bau harum khas bunga kamboja segera tercium olehku.

"Kamboja kesayanganku, maaf ya. Besok aku harus menebangmu", kataku lirih penuh penyasalan.

Entah kenapa kulihat daun-daun yang menghijau itu seakan mengerti kesedihanku. Mereka merunduk. Bunga-bunganya pun mengatup.

Tanganku meraih setangkai bunga. Kucium lembut sekali. Aku belai daun-daunnya yang bersedih dan membisu.

Tiba-tiba seorang perempuan tertawa terkekeh-kekeh. Aku mencari arah datangnya suara perempuan cantik itu.

"Kamu jangan mengalah sama tetangga-tetangga itu", katanya tegas sambil matanya melotot ke arahku.

"Aku tidak mau ribut dengan tetangga !"

"Kamu kasihan kepada tetangga tapi kamu tidak merasa iba kepadaku."

"Kamu siapa. Rumahmu mana ?", tanyaku.

"Rumahku di sini !"

"Di sini mana ?"

"Di kamboja merah itu", katanya sambil menunjuk ke arah pohon kamboja yang paling rimbun. Bunganya yang merah memang terkesan magis.

"Aku sudah janji kepada para tetangga. Nggak enak kalau ingkar janji."

"Aku bisa ngamuk kalau kamu nekad !", katanya sambil menunjukkan mimik wajah yang menahan amarah. Matanya memerah.

"Gimana kalau kamu pindah ke pohon randu alas di pinggiran kampung di belakang kompleks itu."

"Nggak mau. Di sana semuanya laki-laki. Mereka galak-galak !"

"Aku anter. Aku minta ijin sama mereka."

"Nggak !", katanya sambil mengembangkan tangannya dan memukulku keras sekali. 

Aku yang tak menyangka akan mendapatkan pukulan telak terjengkang. Jatuh ke lantai. Kepalaku membentur ubin keramik keras sekali. 

Pandanganku menjadi gelag. Awan hitam menyelimuti tubuhku. Suara terkekeh semakin keras terdengar. Memekakkan gendang telingaku. 

Suasana menjadi hening. Sunyi sekali !

Jkt, 241020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun