"Raja Kerajaan Matraman Raya, Danang Sayidin Panotogomo mohon petunjuk kepada kedua Eyang," tutur Danang.
"Jalan-jalan saja bagi-bagi hadiah, sedekah harta, sedekah cinta. Biar Kerajaan diambil orang!" seru Panembahan Jati.
"Apakah maksud Eyang berdua, di Istana Kerajaan Matraman Raya akan ada Kongres Luar Biasa?" tanya Wahyudi dengan penuh hormat.
"Kejadian Luar Biasa! Kalau tidak segera ditangani dengan baik, maka tinggu saja akibatnya!" seru Mbah Kikuk.
Mendengar perkataan kedua tokoh sakti itu, Danang pun segera bersiap untuk pulang kembali ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Tanpa ingin minta penjelasan lebih lanjut, khawatir kedua tokoh sakti itu justru marah kepada mereka, Danang mengajak rombongan untuk segera meninggalkan tempat itu.
"Paduka, bolehkan Nabilla istirahat di sini. Nabilla sudah terlalu lama tinggal di tepi laut. Nabilla ingin mencoba tinggal di lereng gunung ini. Lagian Nabilla sudah sering muntah-muntah. Tidak kuat lagi kalau ikut Paduka pergi ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Apalagi kalau nanti sampai terjadi Kerumunan Luar Biasa di sana. Bukan begitu, Kak Puja?" sambil minta izin Danang, Nabilla seolah ingin minta dukungan Puja.
"Betul kata Nabilla, Paduka. Mohon kami diizinkan untuk merepotkan kedua tokoh sakti ini di sini lebih lama," seru Puja penuh pengertian kepada keinginan Nabilla.
"Mohon kepada kedua Eyang, sudilah kiranya, kami merepotkan, untuk menitipkan istri-istri kami di 'Padepokan Mangan Ra Mbayar' milik, Eyang," pinta Wahyudi.
"Bagaimana Panembahan?" tanya Mbah Kikuk.
"Terserah Mbah sebagai pemilik tunggal," jawab Panembahan Jati.
"Baiklah, siapa nama putri-putri yang mau tinggal di sini?" tanya Mbah Kikuk.