Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Ada 700 Juta di Tangan, Kira-kira Mau Diapain?

19 Maret 2020   21:02 Diperbarui: 20 Maret 2020   11:18 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Teori relativitas itu ternyata universal, gaes. Bertolak belakang dengan namanya sendiri, relativitas.

Hukum itu berlaku di mana saja dan bagi siapa atau apa saja. Sehingga kita biasa mendengarnya dalam kalimat "cantik itu relatif" atau "kaya itu relatif". Termasuk bagi uang dan seseorang yang memilikinya. 

Beberapa waktu lalu, saya sempat terhenyak dengan berita tentang selebriti kenamaan Tanah Air --sebut saja Raffi Ahmad-- yang mengeluarkan duit sebesar 700 juta rupiah untuk membeli sebuah kendaraan roda empat. Bukan 700 jutanya yang bikin kaget tapi jenis mobilnya yang bikin mak tratap! 

Mobil apa tuh

Ternyata sebuah mobil klasik! Yup, Mini Morris MK1 keluaran tahun 1961. Mobil mini yang bernama Mini itu adalah keluaran pabrikan Inggris, British Motor Corporation (BMC). 

Mobil itu mengingatkan kita pada sosok Mr. Bean yang super jahil itu. Dirancang oleh Alec Issigonis, Mini menampilkan desain khasnya yang imut. Bukan hanya imut dalam ujud namun juga imut dalam konsumsi bahan bakar. 

Mobil itu memang diciptakan untuk memenuhi syarat sebagai mobil yang hemat minum. Sebab latar belakang diproduksinya mobil ini adalah krisis Suez yang berpengaruh pada produksi minyak mentah. Krisis di terusan Suez itu melibatkan Inggris, Perancis, Israel, dan Mesir dan terjadi pada pertengahan 1950-an. 

Jika kita longok situs bursa barang bekas priceprice.com, mobil jenis ini dijual di kisaran puluhan hingga ratusan juta. Tapi untuk mencapai angka 700 juta? Tak nampak, setidaknya nggak ditawarkan di situs tersebut. Maksimal di kisaran 350 juta. 

Sekarang, misal.. misal nih, para pembaca dapat uang kaget senilai 700 juta, kira-kira mau dibelanjakan buat apa? 

Yang duduk di belakang langsung bilang, "Nggak mau ngayal, ah. Takut kejadian beneran. Kan repot belanjain duit segitu gede. Lebih repot lagi kalo nanti ane kebelet poligami. Kan susah urusan ma istri."  😂 

It's OK. Nggak harus ikut ngayal, kok. Sekedar isi halaman Kompasiana dengan artikel non-corona biar sedikit woles

Jika bagi sang pesohor, uang 700 juta itu dengan enteng dibelanjakan untuk sebuah mobil klasik, bagi seorang kontraktor --rumahnya masih ngontrak--bisa jadi memiliki rumah adalah pilihan pertamanya. 

Lalu bagi mereka yang mau nyalon jadi kades, uang segitu bisa dipakai buat dana kampanye. Bagi seorang pedagang, 700 juta bukanlah jumlah yang sedikit jika digunakan sebagai penambah modal. Yang karyawan, mungkin akan buru-buru berpikir untuk resign memulai bisnis sendiri.

Dan bagi seorang yang berorientasi ke akherat, bisa jadi yang terbayang di benaknya adalah pergi haji atau umroh, cari tanah buat diwakafkan, cari anak yatim buat disantuni, bantu bangun tempat ibadah dan sejenisnya.

Semua orang punya keinginan yang berbeda dalam membelanjakan uang yang dimilikinya. Dan uang selalu dijadikan sebagai tumpuan dalam proses pemenuhan kebutuhan manusia. Meski akhir-akhir ini, fungsi dompet sudah mulai digantikan oleh alat pembayaran atau aplikasi non-tunai.

Jika kita merujuk pada pendapat Abraham Maslow, kebutuhan manusia dapat dikatagorikan dalam 5 tingkatan. Dari tingkat paling dasar berupa kebutuhan fisiologis, naik menjadi kebutuhan akan rasa aman, kemudian beranjak kepada kebutuhan akan kasih sayang, naik lagi kepada rasa ingin dihargai dan yang paling puncak adalah keinginan untuk mengaktualisasikan diri.

Namun apakah 5 tingkatan di atas akan selalu dilalui seseorang secara berurutan?

Seyogianya, ya. Sehingga secara sederhana bisa disimpulkan bahwa seorang Prabowo Subianto sudah pasti tak bermasalah dengan pemenuhan kebutuhan atas pengakuan dari orang lain dan level-level kebutuhan di bawahnya. Apatah lagi kebutuhan dasar, sudah jauh dari cukup. Aktualisasi diri sudah menjadi target hidupnya.

Hirarki Pemenuhan Kebutuhan ala Maslow | Brand Adventure.com
Hirarki Pemenuhan Kebutuhan ala Maslow | Brand Adventure.com
Begitu pula dengan Raffi dan mobil klasik 700 jutanya, baginya menwujudkan hobi mahal seolah sudah menjadi tuntutan hidup.

Namun ada kalanya semuanya tak berjalan semestinya. Kadang orang seakan melompati salah satu atau dua tingkatan. 

Seperti kasus Vincent van Gogh yang terkesan melompat dari tingkat paling dasar ke tingkat tertinggi. Baginya, hidup seadanya dan hubungan sosial yang terbatas sudahlah cukup.

Keinginannya dalam mengaktualisasikan diri sebagai seorang seniman menjadikan semua pemenuhan kebutuhan mencapai level terendah jika dilihat dari kacamata orang kebanyakan. Di situlah letak perbedaannya, bahwa satu orang dan orang lain tak akan bisa disamakan.

Hal yang sama terjadi pada diri saya sekitar 10 tahun yang lalu. Bukan menyamakan diri ya. Buat contoh lain saja. 😁

Merasa cukup punya uang, dengan aman dan sentosa saya belanjakan ia untuk mewujudkan sebuah hobi bernama modifikasi. Padahal rumah belum ada, jomlo pula, kok berani-beraninya belanjain tabungan buat modif motor?

Puluhan juta pun amblas. Nyesel sebenarnya. Tapi apa daya, nasi sudah bertransformasi menjadi ketan. 

So, pandai-pandailah menimbang kebutuhan diri dan bijak dalam membelanjakan harta yang kita miliki. Uang bisa menjadi budakmu, pun bisa memperbudakmu.

Baca juga artikel lainnya:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun