Mohon tunggu...
Mas Gunggung
Mas Gunggung Mohon Tunggu... Penulis -

Selamat menikmati cerita silat "Tembang Tanpa Syair". Semoga bermanfaat dan menjadi kebaikan bersama.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tembang Tanpa Syair - Jagad Tangguh - Bagian 11

21 Juli 2016   10:23 Diperbarui: 21 Juli 2016   10:46 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dendeng atau daging ini, dikenal juga dengan sebutan dendeng bumbu laos, dibuat dengan cara disemur sedemikian rupa agar tahan lama. Selain itu, dendeng bumbu laos juga rendah kolesterol juga.

Kemudian muncullah varian-varian yang tidak kalah enaknya dengan apa yang diawali oleh mbah Wulung. Berkat mbah Wulung, semua pedagang nasi Jamblang di Cirebon mendapatkan berkahnya. Inilah buah dari sedekah. Buah dari keikhlasan. Konon seperti itu ceritanya.

Maka apapun dalam hidupmu kelak, perbanyaklah sedekah. Biarkan nanti Allah yang akan meluaskannya. Jika tidak saat ini, mungkin nanti. Jika tidak nanti, mungkin saat kau dewasa. Jika nanti dewasa juga belum, mungkin saat nanti kau tua. Jika saat tua masih belum, mungkin nanti anak cucumu dan masyarakat sekitar yang akan mendapatkan manfaatnya. Seperti itulah rantai berkah dari sebuah sedekah. Dari satu bisa menjadi tujuh, bisa menjadi sepuluh, lalu bisa menjadi tujuh ratus, dan seterusnya...", ucap ayah dengan serius.

"Nanti ayah ceritakan lagi... Sekarang, mari kita makan dulu. Setelah itu kita lanjutkan latihan. Makan yang banyak, habiskan, sebab nanti tenaganya diperlukan untuk latihan kita kali ini yakni berlari di pematang sawah dan melompat bagi kijang. Akan sangat menguras tenagamu...", tutup ayah sambil mengembalikan daging atau dendeng ke bungkusan makananku.

"Baiklah yah...", jawabku dengan mantap sambil kusantap nasi jamblang di depanku.

Kulihat dari jauh ada seorang laki-laki berbaju kuning sedang berlari menuju gubuk kami. Jaraknya kurang lebih dua ratus meter, namun larinya sangat ringan dan cepat. Padahal sekeliling kami hanya ada jalur kecil dan sempit seukuran pematang sawah. Aku saja sempat terperosok jatuh. Namun laki-laki ini tampak tidak terpengaruh sama sekali dengan pematang sawah yang sempit ini. Ia berlari dengan leluasa.


Kulihat sekilas wajah ayah, terlihat ayah mengerenyitkan dahi.

"Makannya sedikit agak cepat ya. Nampaknya kita kedatangan tamu yang tidak diundang...", ucap ayah sambil memandang dengan serius sosok laki-laki yang sedang berlari ke arah kami.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun