Mohon tunggu...
Siti Marwanah
Siti Marwanah Mohon Tunggu... Guru - "Abadikan hidup melalui untaian kata dalam goresan pena"

"Tulislah apa yang anda kerjakan dan kerjakan apa yang tertulis"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Suka Duka Belajar Saat Pandemi (Part 1)

16 Maret 2021   09:03 Diperbarui: 21 Juli 2021   15:14 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendengarnya, ada sesuatu dalam diriku yang ingin meledak. Amarah? Kesal? Aku tak tahu pasti. Saat ini tenaga kesehatan tengah berjuang mengobati para korban dan mereka menganggap itu hanya sesuatu yang dilebih-lebihkan? Banyak dari keluargaku yang merupakan bagian dari tenaga kesehatan, termasuk ibuku, yang sibuk bahkan tak bisa pulang karenanya.

Lalu, mungkin saja bagi sebagian orang berita tentang kenaikan kasus virus tersebut hanyalah berupa deretan angka. Namun tak adakah rasa simpati untuk berpikir, bahwa dari satu saja angka tersebut, ada keluarga dengan beberapa anggota yang tengah berduka atas kehilangannya. Aku tak habis pikir dengan mereka yang dengan mudahnya mengatakan hal seperti itu.

Salahkah aku jika berharap mereka yang tidak mematuhi protokol kesehatan agar tertular dan cepat mati saja? Agar mereka merasakan sendiri dan menarik kembali kata-kata tak berprikemanusiaan itu.

Aku menghela nafas panjang, seketika aku menyesal sudah berpikir demikian. Kalau begitu apa bedanya aku dengan mereka? Bagaimanapun nyawa tetaplah nyawa yang tak dapat ditukar oleh apapun.

Semua orang merindukan bepergian seraya menghirup udara bebas, merindukan beraktifitas tanpa kekhawatiran akan terjangkitnya virus, merindukan kebebasan beraktifitas tanpa khawatir teguran untuk mengenakan masker ataupun menjaga jarak. Keadaan ini membuat seolah kebebasan kami dirampas ( namun begitulah kenyataannya).

Kami semua lelah dengan keadaan, tetapi jika tidak mematuhi aturan, tentu hanya akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Pada dasarnya, mematuhi protokol kesehatan akan melindungi diri sendiri dan orang lain. Namun banyak orang tak memahami hal sederhana seperti ini.
"Ah, lagi-lagi untuk apa aku memikirkan orang lain? Sebaiknya aku memikirkan diri sendiri.

Berdiam diri di rumah selama berbulan-bulan sungguh melelahkan mental dan fisik. Meski terkadang aku melakukan olahraga ringan untuk menjaga daya tahan tubuh, tetap saja rasanya lebih banyak hal negatif seperti pola hidup tak sehat yang tanpa sadar kujalani.
Belum lagi tugas rumah kini dilimpahkan padaku. Orangtuaku semakin sibuk bekerja, berangkat pagi dan pulang malam. Sehingga semua kegiatan rumah kini menjadi tanggung jawabku.

Jujur saja, aku merasa kesal disaat sedang ulangan harian atau sedang mengerjakan tugas dengan tenggat waktu singkat, kemudian dipanggil untuk mengerjakan sesuatu yang lain. Mereka bilang, "tugasmu hanya belajar kan? Apa yang susah dari itu? Ini bahkan untuk dirimu sendiri, kau tak mengerti kalau kami jauh lebih sibuk?"

Jadilah aku lebih mengutamakan amanah dari mereka dibandingkan kewajibanku untuk belajar. Aku tak peduli lagi. Dan setelah apa yang kulakukan, mereka bilang aku tak berguna. Ya, aku juga merasa demikian sejak dulu. Jadi tak masalah, meski tetap saja dalam diriku terdalam ada perasaan ingin menghilang sementara dari peradaban.
Ingin istirahat, namun waktu tak mengizinkan semudah itu.
Sisi baiknya, aku semakin mahir melakukan segala aktifitas rumah tangga seorang diri. Eh, apa sebaiknya aku tinggal sendiri saja? Kurasa itu akan lebih baik bagi kondisi mentalku. Khayalan yang tak buruk, kuharap dapat mewujudkannya saat beranjak menjadi mahasiswi kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun