Mohon tunggu...
Logan liwers
Logan liwers Mohon Tunggu... Mahasiswa

Kritis & Visioner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pulau Flores dengan Geotermal: Janji atau Penipuan Baru?

22 September 2025   00:21 Diperbarui: 22 September 2025   00:21 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hujaifa, sekertaris HMMNTT TANGSEL 

Pulau Flores kini berada dalam pusaran kepentingan besar. Pemerintah pusat dan investor asing ramai-ramai melirik potensi geotermal sebagai "emas hijau" yang konon bisa membawa Indonesia menuju masa depan energi bersih. Namun di balik jargon energi terbarukan, yang muncul justru pertanyaan pedas: siapa sebenarnya yang akan diuntungkan? Rakyat Flores, atau segelintir elit dan korporasi?

Energi Hijau, Retorika Kosong

Kata "energi hijau" seolah menjadi mantra sakti. Pemerintah mengklaim geotermal ramah lingkungan, padahal pengalaman di berbagai proyek membuktikan sebaliknya. Pembukaan hutan, hilangnya sumber air, hingga terganggunya lahan pertanian adalah fakta yang tak bisa disembunyikan. Retorika "hijau" hanya menutupi praktik lama: eksploitasi sumber daya atas nama pembangunan.

Kutukan Kekayaan Alam

Flores menyimpan ironi. Kaya sumber daya, tapi rakyatnya hidup dalam kemiskinan. Proyek geotermal berpotensi besar memperdalam jurang ini. Listrik yang dihasilkan tidak otomatis dinikmati rakyat Flores. Justru besar kemungkinan energi itu dialirkan untuk industri di luar pulau. Sementara masyarakat adat menanggung kerusakan tanah ulayat dan kehilangan sumber penghidupan. Apakah ini pembangunan, atau bentuk kolonialisme energi gaya baru?

Tanah Ulayat, Harga Mati

Tanah bagi masyarakat Flores bukan sekadar aset, melainkan identitas. Namun proyek geotermal kerap masuk tanpa menghormati hak ulayat. Janji kompensasi hanyalah formalitas untuk menutup praktik perampasan tanah. Warga yang menolak sering kali dicap sebagai penghambat pembangunan, bahkan berhadapan dengan aparat. Apakah pembangunan harus dibayar dengan kriminalisasi rakyatnya sendiri?

Negara Absen, Investor Berkuasa

Fenomena paling mencolok adalah absennya negara sebagai pelindung rakyat. Pemerintah daerah sering tak berdaya menghadapi tekanan dari pusat dan investor. Proyek dijalankan dengan dokumen indah, tapi rakyat tidak pernah benar-benar diajak bicara. Negara seolah-olah berubah menjadi makelar proyek, sementara kepentingan rakyat dijual murah demi investasi.

Masa Depan di Persimpangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun