Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis Makna (43): Menjadi Lepas Bebas dari Kemelekatan demi Keseimbangan Hidup

7 Agustus 2021   04:04 Diperbarui: 7 Agustus 2021   04:22 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. www.sesawi.net

Dengan meninggalkan semua kesenangan indera dan kemelekatan, demikianlah hendaknya orang bijaksana membersihkan dirinya dari noda-noda pikiran. (Sidharta Gautama)

Hidup ini menjadi dinamika diri dalam menentukan berbagai pilihan yang melibatkan jiwa dan raga dalam membangun jalan kehidupan yang mengarah pada cita dan asa. 

Terkadang jalan kehidupan itu harus berkelok-kelok dan berbelok kanan atau kiri karena ada atmosfir kehidupan yang membuatnya demikian atau juga ada pilihan-pilihan yang membuatnya tidak bisa ambil jalan lurus. 

Dalam berbagai dinamika dan irama kehidupan itu, sesungguhnya nurani dan budi manusialah yang mampu mengambil keputusan atas kehidupannya dengan berpegang pada nilai-nilai luhur yang ada.

Berbagai kesenangan dalam hidup seringkali menjadi nada-nada harmoni maupun sumbang dalam kehidupan yang turut memberikan corak dan warna pada kehidupan dan juga turut menentukan lurus, berkelok, dan berbeloknya jalan kehidupan manusia. 

Tidak dipungkiri bahwa kesenangan hidup menjadi impian dan harapan setiap manusia untuk bisa diraih dan dinikmati selama mungkin demi kepuasan jiwa dan raga. 

Harta, kemapanan, suasana, keglamoran, kegemaran, hubungan, kegiatan, dan segala sesuatu yang menyenangkan diri menjadi bagian dalam pergulatan batin setiap manusia dalam menata dan memperjuangkan kehidupan ini.

Illustrasi. faisalkiid.wordpress.com
Illustrasi. faisalkiid.wordpress.com
Kemelekatan-kemelekatan pada kesenangan duniawi tatkala menjadi tujuan utama dalam mengarungi kehidupan senantiasa akan menjadi habitus (kebiasaan) hidup yang justru menenggelamkan esensi kehidupan itu sendiri, yakni hidup bermakna bagi diri, sesama, dan semesta dalam penyerahan diri secara total pada Sang Pencipta. 

Kesenangan-kesenangan dalam hidup senantiasa menjadi sarana bukan tujuan hidup sehingga manusia bisa lepas bebas dalam menata dan mengolah kehidupannya, tidak terpasung pada kelekatan-kelekatan itu.

Ketika kesenangan duniawi menjadi sarana bukan tujuan, maka hidup menjadi begitu leluasa untuk mengolah diri dan menjalin relasi pada sesama dalam jejaring ikatan batin yang murni untuk kehidupan yang holistik, menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun