Saat Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi pengadaan Chromebook mencuatkan pertanyaan serius soal integritas, tanggung jawab, dan supremasi hukum terhadap politik.
Latar Belakang Kasus: Tersangka, Korupsi, dan Angka Fantastis
Jaksa Agung Republik Indonesia melalui lembaga penegakannya menetapkan Nadiem Makarim---mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2019--2024)---sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook. Ia ditahan selama 20 hari sejak penetapan pada 4 September 2025 .
Skandal berkisar pada pengadaan laptop berbasis Chrome OS senilai sekitar Rp 9,9 triliun, yang ditengarai menyebabkan kerugian negara Rp 1,98 triliun (sekitar USD 121,85 juta) . Proyek ini merupakan bagian dari inisiatif digitalisasi pendidikan di masa pandemi COVID-19 (2019--2023), yang ditujukan kepada sekolah-sekolah di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) .
Bagaimana Bisa Terjadi: Dari Rekomendasi Teknis ke "Khusus Chromebook"
Investigasi Kejaksaan Agung menyatakan bahwa kajian teknis awal merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows karena efektivitasnya di daerah terbatas akses internet. Namun, spesifikasi pengadaan kemudian diarahkan eksklusif ke Chromebook, diduga melalui beberapa pertemuan antara Nadiem dengan pihak Google Indonesia pada tahun 2021 .
Status investigasi mulai dinaikkan ke penyidikan pada 20 Mei 2025 . Beberapa staf khusus Nadiem---Fiona Handayani, Jurist Tan, Ibrahim Arief---sudah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani tahanan serta pemeriksaan oleh Kejaksaan . Penyidik bahkan menggeledah apartemen kedua stafsus tersebut dan mengamankan berbagai dokumen dan perangkat elektronik .
Pada pertemuan tanggal 15 Juli 2025, Kejagung menegaskan adanya peran Nadiem dalam urusan teknis pengadaan Chromebook .
Respons Nadiem: Klaim Integritas dan Kejujuran Tertinggi
Nadiem membantah keras tuduhan tersebut. Saat ditahan, ia berujar, "Saya tidak berbuat apa-apa. Kebenaran akan terungkap. Integritas dan kejujuran adalah nilai tertinggi bagi saya." Â Dalam konferensi pers bersama pengacaranya (Hotman Paris) pada 10 Juni 2025, Nadiem menyatakan proyek tersebut hanya untuk sekolah di luar daerah 3T, dan bahwa biaya per unit Chromebook lebih murah 10--30%, dengan ChromeOS diinstal gratis .
Kritikal dan Filosofis: Hukum, Tanggung Jawab, Tanpa Mens Rea
Tanpa mengamini atau menolak, penguatan supremasi hukum menjadi urgensi. Seperti kata John Maynard Keynes, "When the facts change, I change my mind---what do you do, sir?" --- menuntut adaptasi hukum yang transparan dan tidak berpihak.
Jika terbukti Nadiem tidak menikmati secara pribadi hasil proyek ini (tidak ada mens rea), namun melalui kekuasaannya lalai atau gagal mengawasi, maka pertanggungjawaban tetap diperlukan atas dampak massal tersebut---negara dirugikan dan masyarakat mendapat efek domino dari pengadaan yang mungkin tidak sesuai manfaat.
Ini bukan sekadar soal "kasihan kepada tersangka", melainkan soal menjaga ritme keadilan: bila ada korupsi lanjut lemah karena intervensi politik (seperti yang dialami Hasto dan Tom Lembong), kita merusak fondasi pemberantasan korupsi. Hukum harus berlaku adil---baik kepada elite maupun rakyat biasa.
Pemeriksaan Selama Proses Penyidikan
Nadiem telah dipanggil dan diperiksa di Kejaksaan (23 Juni: 12 jam pemeriksaan sebagai saksi) Â dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun memintai keterangannya dalam penyelidikan terpisah terkait pengadaan Google Cloud .
Meski demikian, Nadiem melaporkan keterbukaannya untuk ikut dalam proses hukum dan pemeriksaan lanjutan .
Titik Uji Integritas Negara
Hukum harus menjadi panglima. Jika bukti menunjukkan kelalaian hukum oleh seorang pemimpin berpengaruh, penegakan hukum harus sesuai struktur, tanpa kompromi politik.***MG
---
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI