Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Anggota DPR Dipecat: Benarkah Kita Sudah Puas

2 September 2025   10:34 Diperbarui: 2 September 2025   10:34 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kelima anggota DPR yang dinonaktifkan Partai (media times)

Mari kita tepuk tangan dulu, Saudara-saudara. Akhirnya ada juga anggota DPR yang dipecat setelah membuat rakyat naik pitam. 

Ya, walau agak telat, tapi lumayanlah---seperti ambulan yang baru datang setelah pasien keburu dimakamkan.

Kita tentu masih ingat, demontrasi besar-besaran kemarin bukan muncul tiba-tiba seperti hujan dadakan di Jakarta. 

Ada pemicunya. Beberapa anggota DPR---yang katanya "wakil rakyat"---membuka mulut terlalu lebar, melempar pernyataan seenaknya, seolah-olah rakyat hanya dekorasi dalam panggung politik mereka. 

Dari ucapan yang merendahkan, sampai komentar yang menyakitkan, lengkaplah sudah bahan bakar untuk menyalakan api. Dan, seperti biasa, rakyatlah yang terbakar, bukan mereka.

Awalnya demonstrasi itu punya slogan manis: "Bubarkan DPR!" Tapi entah bagaimana, aroma bensin bercampur amarah membuat segalanya berubah: gedung terbakar, rumah dijarah, toko hancur, dan seorang pengemudi ojek online meregang nyawa setelah ditabrak mobil taktis polisi. 

Negeri ini, yang katanya demokrasi, tiba-tiba seperti arena gladiator---darah, api, dan ratapan.

Nah, setelah semua drama ini, partai tempat para anggota DPR "oknum" itu bernaung akhirnya mengambil langkah heroik: mereka dipecat. Hore! Selesai masalah. Atau... benar begitu?

Jujur saja, pemecatan itu lebih mirip gesture politik ketimbang pertanggungjawaban. Ibarat orang menutup jendela saat rumahnya terbakar: ada gerakan, tapi tak menyelesaikan apa-apa. 

Para anggota DPR yang dipecat itu memang salah, tapi mereka bukan satu-satunya masalah. Mereka hanya puncak gunung es, sementara gunungnya masih utuh: budaya politik yang gemar foya-foya, asyik dengan fasilitas, dan gemar menyakiti rakyat dengan kata-kata dan kebijakan.

Maka pertanyaannya: apakah cukup hanya dengan memecat segelintir orang? Tentu tidak. Publik tidak bodoh. Rakyat tidak menuntut "pengorbanan kambing hitam," melainkan perubahan sikap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun