> "Kebenaran yang disangkal tidak berubah menjadi kebohongan. Ia hanya menjadi kebenaran yang kesepian."
--- Elie Wiesel, penyintas Holocaust
---
Kita Mau ke Mana?
Apakah ini tanda kita mulai membenci nalar? Apakah bangsa ini mulai merasa nyaman dengan kebohongan yang diulang-ulang? Jika ya, maka kita sedang dalam perjalanan menuju masyarakat yang bukan sekadar post-truth, tapi post-waras.
Dalam masyarakat seperti itu, bukan kebenaran yang menyelamatkan, tapi siapa yang paling berisik dan paling sering tampil di layar kaca. Mereka yang memperjuangkan data dan logika akan dicap sombong, elit, dan tidak nasionalis. Sedangkan mereka yang menyebar ketakutan dan narasi palsu justru dianggap "penyambung suara rakyat".
---
Saatnya Akal Sehat Diperjuangkan
Kita tidak boleh menyerah. Akal sehat harus dilawan dengan akal sehat. Kebenaran harus disuarakan, meski terus dibungkam oleh kebisingan kebodohan yang terorganisir.
Kita harus mendorong media kembali pada integritas. Menuntut pemerintah berpihak pada korban, bukan pelaku. Kita, rakyat biasa, harus kembali menghormati data dan berpikir kritis.
Jika tidak, maka bangsa ini akan menjadi negara sandiwara, di mana sejarah adalah fiksi, hukum adalah ilusi, dan pejabat adalah aktor yang melayani narasi populer --- bukan kebenaran.
---