Di sudut panggung, berdiri gagah,
Sekelompok insan penuh gelagah.
Berlagak raja, padahal cuma wayang,
Dipoles nyali, dicat paling cemerlang.
Katanya mereka sang pemilik kebenaran,
Ahli sulap: dusta jadi kenyataan.
Fatamorgana disulap realita,
Tanpa sadar tertawa dunia maya.
Dengan bumbu idealisme kelas berat,
Mereka jual diri bak pahlawan hebat.
Teriak keras melawan sang nomor satu,
Bukan demi rakyat, tapi cari lampu.
Malu? Ah, itu bukan kosa kata mereka,
Kebenaran dipakai topeng, bukan jiwa.
Salah jadi benar lewat retorika,
Dan bila tersudut? Serang balik saja!
Tapi yang lucu---mereka tak tahu,
Gendangnya bukan mereka yang ketuk dulu.
Menari lincah dalam irama palsu,
Disangka merdeka, padahal disuruh.
Mereka bukan raja, cuma bidak,
Digeser ke sana saat si sutradara gelisah.
Dikira dewa, padahal cuma pion lelah,
Dikorbankan demi cerita megah.
Mereka bangga jadi sorotan sejenak,
Tak sadar lampu akan padam mendadak.
Dan saat tirai ditarik oleh malam,
Mereka terdiam... dalam sel yang kelam.
Di luar, tertawa sang raja sejati,
Sutradara tersenyum sambil menyeruput kopi.
"Betapa mudah membodohi para 'pintar',"
Katanya, sambil menulis skrip baru yang segar.***MG
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI