Mohon tunggu...
Marius Gunawan
Marius Gunawan Mohon Tunggu... Profesional

Tulisan sebagai keber-ada-an diri dan ekspresi hati

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Seperti Diduga, Para Penuduh Ijazah Palsu tetap Menyangkal: Ego dan Sensasi Murahan?

26 Mei 2025   09:20 Diperbarui: 26 Mei 2025   09:20 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. "Itu hanya pembanding, belum tentu asli."
-- Pembanding diambil dari dokumen sejenis dari angkatan yang sama dan institusi yang sama, diverifikasi oleh pihak kampus. Jika ragu, buktikan sebaliknya, bukan hanya curiga.

4. "Belum tentu otentik, hanya identik."
-- Otentisitas tidak diukur hanya dari visual, tapi dari rekam administratif, pernyataan lembaga, dan validitas sejarah akademik, semua ini telah dijelaskan dengan rinci.

5. "Harus dibawa ke pengadilan."
-- Pengadilan tidak bisa memproses perkara jika tidak ada delik aduan atau bukti awal. Kepolisian menyatakan tak ada dasar hukum untuk membawa ini ke ranah pidana, karena tidak ada kejahatan.

6. "Polisi tidak netral, sudah terkooptasi."
-- Klaim ini tanpa dasar. Tidak ada bukti polisi berpihak. Justru yang terjadi adalah transparansi dalam bentuk konferensi pers, bukti terbuka, dan melibatkan ahli luar.

7. "Laporkan Bareskrim karena tidak profesional."
-- Yang tidak profesional adalah mereka yang terus mengajukan tuduhan tanpa dasar hukum yang kuat, lalu ketika dijawab, malah menuduh lembaga hukum yang sudah bekerja berdasarkan UU.

Lalu, Apa yang Harus Dilakukan?

Kita tidak bisa membungkam orang yang memang tidak mau mendengar, tapi kita bisa menelanjangi absurditasnya di hadapan publik yang waras. Ketika fitnah dipelihara terus-menerus, maka ini bukan hanya soal pencemaran nama baik, tapi juga pelecehan terhadap logika hukum dan nalar publik. Sudah saatnya penegakan hukum melirik aspek ini: apakah layak mereka yang memproduksi kebohongan, lalu menuntut untuk "diladeni", terus dilayani tanpa ada konsekuensi?

Jika ini dibiarkan, maka hukum akan diubah menjadi teater absurd tempat logika dibunuh dengan tuduhan kosong. Jika mereka terus menyebar kabar bohong, maka publik yang rasional harus bertanya: sampai kapan kita biarkan demokrasi dikotori oleh mereka yang tak paham cara berpikir?

Mungkin kita perlu mengingatkan mereka pada kata-kata Immanuel Kant:
"Beranilah untuk berpikir! Sapere aude!" -- Beranilah berpikir dengan akal sehat, bukan dengan bisikan konspirasi.

Dan jika mereka masih tidak puas, mungkin perlu disampaikan kutipan paling relevan dari Plato:
"Orang bodoh berbicara karena ia harus mengatakan sesuatu, orang bijak berbicara karena ia memiliki sesuatu untuk dikatakan."***MG

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun