"Pernyataan Polisi belum final, harus diuji di pengadilan."
"Itu naratif, tidak ada bukti konkret."
"Itu bukan pembuktian ilmiah."
"Polisi sudah terkooptasi."
"Polisi tidak transparan, hanya membela Jokowi."
Dan yang terbaru: Mereka bahkan berencana melaporkan Bareskrim ke Kapolri karena menilai polisi tidak profesional dalam menangani kasus ini.
Padahal, tuduhan pemalsuan dokumen bukan soal persepsi, tapi soal ada atau tidaknya bukti nyata. Dan jika semua bukti sudah ditunjukkan, semua ahli sudah bicara, semua prosedur sudah dijalankan, lalu mengapa suara sumbang itu tetap menggema?
Karena, sebagaimana dikatakan Nietzsche, "Orang tidak mau mendengar kebenaran karena mereka tidak ingin ilusi mereka dihancurkan."
Menjawab Satu per Satu: Demi Akal Sehat
Mari kita bedah tuduhan mereka satu per satu, agar terang tak lagi ditutup kain kusut:
1. "Mana ijazah aslinya?"
-- Hukum tidak mewajibkan setiap dokumen dibawa dan dipamerkan ke publik. Pengakuan resmi institusi pendidikan sudah sah dan memiliki kekuatan hukum. Ini adalah bukti otentik menurut hukum acara.
2. "Kok cuma foto?"
-- Foto adalah bagian dari dokumentasi digital. Namun selain foto, juga telah dilakukan pemeriksaan fisik oleh aparat dan ahli forensik. Ini bukan cuma visualisasi, tapi hasil verifikasi.