Presiden Joko Widodo akhirnya mengangkat pena (dan pengacara). Setelah bertahun-tahun menjadi sasaran empuk tuduhan "ijazah palsu", pria yang lulus dari Universitas Gadjah Mada tahun 1985 ini akhirnya berkata, "Cukup sudah."Ya, Bapak Jokowi yang selama ini terkenal sabar, kalem, dan gemar menanam pohon ketimbang menanam dendam, kini berubah haluan: dari "biarkan saja" menjadi "bawa ke pengadilan saja."
Sontak publik pun terkejut. Bukan karena tidak percaya ijazahnya asli---UGM sudah cap tiga jari kok---tapi karena ternyata Jokowi bisa juga tersinggung. Mungkin setelah bertahun-tahun disandingkan dengan tokoh-tokoh fiktif macam Naruto atau Ultraman, beliau akhirnya sadar: fitnah tidak bisa ditebang seperti pohon trembesi.
Tuduhan Abadi: Lebih Panjang dari Sinetron Cinta Fitri
Kalau ada penghargaan untuk isu politik terlama, tuduhan ijazah palsu Jokowi pasti masuk nominasi. Isu ini lebih bandel dari sinetron bersambung, lebih tahan lama dari baterai alkaline.
Sudah diverifikasi KPU? Dicek MK? Dibenarkan UGM? Ah, tetap tak cukup. Para penuduh seolah hidup di dunia paralel, di mana fakta adalah hoaks dan hoaks adalah mata pencaharian.
Tapi tenang, para penuduh juga bukan tanpa prestasi. Setidaknya mereka berhasil membuat satu presiden dua periode repot-repot menunjukkan ijazahnya. Hebat bukan?
Kenapa Baru Sekarang? Karena Sabar pun Butuh Libur
Tentu publik bertanya-tanya: mengapa baru sekarang Jokowi bereaksi? Apakah karena sudah masa pensiun politik dan ingin menghabiskan sisa waktu dengan damai? Atau karena, seperti kata pepatah Jawa, "Wani ngalah, luhur wekasane"---tapi kalau keterlaluan, ya males juga ngalah terus.
"Kesabaran ada batasnya," kata Jokowi. Sebuah kalimat yang terdengar seperti ancaman sopan, atau mungkin bentuk perlawanan dalam bahasa orang Jawa yang sudah kehabisan teh hangat.
Para Penuduh: Apakah Siap dengan Bukti atau Hanya Modal Cuitan?
Sekarang bola panas di tangan para penuduh. Mereka yang selama ini mengandalkan akun media sosial dan editan foto ijazah di Microsoft Paint, kini harus bersiap membawa "fakta" ke ruang sidang. Semoga mereka tahu bahwa di pengadilan, yang berlaku bukan caption Instagram, tapi alat bukti yang sah menurut hukum acara perdata dan pidana.
Apakah mereka siap? Atau akan kembali berlindung di balik kiasan "ini hanya kritik"? Hati-hati, kritik tanpa dasar bukan kritik. Itu namanya ngibul beraksen intelektual.
Apakah Ini Ancaman Demokrasi atau Justru Pendidikan Politik Gratis?
Sebagian aktivis khawatir langkah Jokowi akan mengekang kebebasan berekspresi. Tapi, mari kita sepakati: ada perbedaan mendasar antara kritik terhadap kebijakan dan mengklaim presidenmu lulus dari "universitas ilusi."