Di penghujung jatuhnya regime Orde Baru, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sangatlah merajalela. Semuanya kasat mata tapi tidak seorangpun berani memprotes.
Saat itu seolah wajar jika para pejabat dan aparat negara kaya dan berlimpah harta. Tidak ada ketakutan mereka untuk memamerkan kemewahannya itu. Bahkan seolah sengaja dipamerkan.Â
Kroni - kroni penguasa pun berpesta pora. Sumber daya alam seperti hutan, tambang dan minyak adalah komoditas yang sepenuhnya mereka kuasai. Semua yang mendatangkan uang mereka kelola secara monopoli. Misalnya saja, jeruk di Kalimantan, Cengkeh, dan pembangunan jalan tol.Â
Pada saat kejatuhan Soeharto tahun 1998, kebetulan penulis sedang studi di luar negeri.Â
Bersama dengan mahasiswa di perantauan, kami memantau dengan harap - harap cemas kejadian politik di dalam negri.Â
Kita juga tidak tinggal diam. Kami waktu itu mengorganisir diri melakukan unjuk rasa atas nama Mahasiswa Indonesia guna mendukung gerakan Mahasiswa di dalam negri.Â
Tentu berbeda situasinya dengan rekan mahasiswa di Jakarta yang memang suasananya sangat panas. Kami berunjuk rasa dengan tenang, dikawal oleh polisi setempat. Namun yang kami tidak tahu waktu unjuk rasa itu rupanya kami Dimata - matai  dan dipantau ketat oleh pihak KBRI.Â
Setelah unjuk rasa selesai dan Soeharto meletakkan jabatan, barulah salah seorang perwakilan KBRI berkata kepada kami, "Syukurlah Soeharto jatuh. Kalau tidak banyak diantara kalian tidak boleh pulang kembali ke Indonesia".
Ini sebagian situasi yang penulis rasakan di jaman Orde Baru. Sebenarnya masih banyak lagi yang bisa diceritakan di sini. Misalnya saja mengenai kegiatan pada saat menjadi mahasiswa, keterlibatan mengorganisir masyarakat miskin kota, buruh, dan anak jalanan.
Namun kalau bisa disimpulkan, semua cerita dan pengalaman itu bisa diungkapkan dengan satu kalimat, jaman orde baru bukanlah jaman yang enak, apalagi jaman keemasan yang layak dipertahankan.
Bangkitnya Semangat Orde Baru