Sejak itulah gerakan aktivis dan pergerakan mulai mulai masuk dalam kehidupan penulis.Â
Secara sistematis penguatan strategi dan kapasitas advokasi pun mulai diikuti. Dari pelatihan analisis sosial, menyusun strategi advokasi, kesadaran hukum, bahkan hal praktis bagaimana menghindari deteksi aparat dan mengelabui petugas Intelijen.
Ya, karena waktu itu kehadiran intelijen merasuk sampai ke kampung - kampung lewat perangkat TNI yang disebut sebagai petugas teritorial. Hampir tidak ada pertemuan yang tidak mereka ketahui.Â
Jaman Otoriter
Pelatihan dan berkenalan dengan jaringan pergerakan aktivis membuat penulis semakin sadar betapa saat itu negara memang sedang ada dalam kondisi cenderung diktator dan otoriter. Namun dengan halus hal itu dibalut dengan istilah seolah demokratis.
Para tokoh politik yang berseberangan ditekan dan disingkirkan. Semua dengan alasan, negara butuh keamanan dan kestabilan untuk membangun. Masyarakat dianggap tidak perlu terlibat aktif dalam politik yang dinamakan saat itu sebagai "massa mengambang".
Peristiwa Pemilu 5 tahun sekali benar - benar hanya seremoni. Tidak ada tempat untuk oposisi. Semua lembaga yang sebenarnya diciptakan sebagai penyeimbang hanya pajangan belaka. Termasuk para anggota DPR yang seolah bagai koor, tugasnya hanya menyetujui apa yang sudah diputuskan Pemerintah, atau lebih tepatnya oleh Soeharto.Â
Lirik lagu Iwan Fals, Surat Kepada Wakil Rakyat sangat tepat menggambarkan situasi saat itu:
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana di gedung DPR
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadangBicaralah yang lantang jangan hanya diam
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju"
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju"
Karena lagu - lagu bernada protes seperti ini maka Iwan Fals dilarang mengadakan pertunjukan masal di lapangan. Saya cukup heran bang Iwan tidak sampai masuk penjara karena protes kerasnya itu.
Semaraknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme