Mohon tunggu...
Mariemon Simon Setiawan
Mariemon Simon Setiawan Mohon Tunggu... Silentio Stampa!

Orang Maumere yang suka makan, sastra, musik, dan sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karma Tanah Leluhur

25 Maret 2025   19:57 Diperbarui: 25 Maret 2025   19:57 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen "Karma Tanah Leluhur". (Sumber: Dokumen Pribadi)

Vinsen melayang-layang di udara, dan seperti seekor burung, ia bisa membawa dirinya dari satu tempat ke tempat lain. Sayangnya, ia tidak bisa melesat dengan cepat. Seseorang yang entah siapa tiba-tiba membawanya terbang ke hamparan tanah di belakang rumahnya.

Di atas tanah empat hektar itu, dari dalamnya, ia melihat almarhum bapak dan para leluhurnya bangkit. Orang-orang mati itu terbang mengelilingi hamparan tanah itu sembari menari-nari dengan sukacita.

Vinsen lalu ditarik, entah oleh siapa, dan membawanya mendekat kepada para leluhur. Tiba-tiba saja Vinsen sudah mengelilingi meja yang penuh makanan enak, diiringi musik kampung yang meriah.

"Kau boleh memakan segala hasil dari benih yang tumbuh di antara tubuh-tubuh kami yang membusuk, dan kau boleh mendirikan hunian di atas tulang belulang kami. Tapi jangan sekali-kali kau menukar tubuh dan belulang kami ini dengan apa pun, sebab berkat mengalir lewat tanah leluhurmu ini." kata Bapaknya.

Vinsen lalu diajak makan, tetapi ia menolak. Tiba-tiba, tangannya sudah dipegang. Yang lain menahan tubuhnya, sementara kakeknya berusaha membuka mulutnya secara paksa. Bapaknya sudah bersiap memberinya minum. Vinsen berusaha memberontak, tetapi tenaga leluhurnya lebih kuat. Ia berusaha untuk terus menggeliat melepaskan diri. Vinsen tiba-tiba sesak nafas, lalu gelap.

"Lasu!" Vinsen segera bangun dari tidurnya. Ia tertidur pulas di pondok kebun, setelah hampir seharian bekerja. Ia menarik nafas sejenak. "Mimpi sialan!" umpat Vinsen sambil merapikan perlaatan kerjanya. Ia bergegas pulang. Sebentar lagi sore berakhir.

Di dapur rumah, sehabis mandi, Vinsen dan Pene, istrinya, duduk menghangatkan diri dengan mengelilingi tungku api, menikmati kopi dan pisang goreng. Vinsen menceritakan mimpinya di kebun tadi, tetapi Pene bergeming.

"Jagung, besi, dengan kacang di kebun kerdil semua la. Ubi juga kering kerontang. Kita punya harapan hanya sayur di halaman depan, itu juga kalau air mencukupi," keluh Vinsen. Pisang goreng ia kunyah dengan lahap, bercampur kecewa.

"Terus bagaimana la?"

"Kita buka kebun sayur di tanah belakang rumah saja. Besok. Kau mau?" Vinsen melirik Pene. Pene mengiyakan dengan anggukan lemah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun