Mohon tunggu...
Marga Rizaldi
Marga Rizaldi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

NKRI Bukan Harga Mati

31 Juli 2017   11:23 Diperbarui: 31 Juli 2017   12:39 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Buat apa bangga dengan luas dan ragam kalau hidup tidak nyaman dan kurang bahagia?

Toh...

Siapa sih yang akan mencaci kalau kita tidak lagi luas dan beragam?  Siapa sih yang akan menghujat kalau kita berubah idealisme? Siapa pula di jaman ini yang memandang rendah negara sekecil Singapura, atau negara sehomogen Jepang, atau negara seliberal Amerika, atau bahkan negara sekomunis Rusia?

Bukankah lebih (dan SANGAT!) memalukan bila hanya bermodal bangga, bangga, dan bangga tanpa kesejahteraannyata, tanpa prestasikonkret, dan tanpa capaian-capaian logis lainnya?!

Martabat bangsa, saat ini tidak lagi diukur dari kuantitas, tapi KUALITAS! Kalau masih saja bangga dengan frasa ratusan juta jiwa, ribuan pulau, ratusan suku, negeri khatulistiwa di antara 2 benua dan 2 samudera, tanah surga di mana tongkat kayu dan batu jadi tanaman,dan lain sebagainya, bagi saya itu semua tak lebih dari kebanggaan pelipur lara, lumayan lah dari pada tidak ada.

Apakah anda tidak jenuh dengan berbagai kolom yang memprotes kebijakan dan perundang-undangan, mengkritisi penerapan hukum yang katanya tajam ke bawah tumpul ke atas, kemudian tentang kemiskinan di atas negeri yang kaya raya, hingga artikel koplakyang mengobok-obok konspirasi hantu PKI, kapitalisme, sekulerisme, dan pada puncak ke-koplak-annya tentang teori bumi datar yang dibumbui elit global sebagai dalangnya?

Jika kita mau open-minded untuk keluar dari doktrin tentang "NKRI Harga Mati" -yang bagi saya justru mengorbankan kesejahteraan rakyatnya, maka ada cukup banyak alasan untuk melepas ikatan-ikatan yang nampaknya selalu berkhianat atas keyakinan yang kita pelihara. Bukankah esensi berdirinya sebuah negara adalah untuk kesejahteraan rakyatnya? Jika tujuan itu tak kunjung tercapai, apakah salah untuk membuat perubahan? Apakah dosa? Apakah Tuhan melarang? Jika Tuhan tidak melarang, kenapa anda berani melarang?

Jika perubahan itu berjalan diiringi rasa kemanusiaan yang adil dan beradab yang sejati, percayalah perubahan itu bukanlah sebuah musibah, bukan sebuah keruntuhan, bukan pula perang saudara, melainkan bangkitnya kesadaran logika atas kenyataan yang telah jauh dari asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejujurnya tidak ada yang memimpikan adanya suatu perpecahan, termasuk saya. Namun apa bisa dikata bila politik dan kekuasaan sentralis hanya berfungsi untuk menyedot triliunan kekayaan daerah-daerah potensial, HANYA untuk kepentingan "INDONESIA"?

Belum cukupkah dosa pemerintah pusat yang sejak era-era terdahulu telah sukses menjual ladang emas Papua, menjarah kekayaan laut Sulawesi, menguras minyak dan batubara Kalimantan, menggunduli hutan-hutan Sumatera, hingga menikmati suplai uang dari popularitas Bali atau Nusa Tenggara!

Sebuah penjajahan nyata yang tidak pernah (ingin) kita sadari. Sejak jaman Soekarno hingga Jokowi, suara-suara sumbang yang menuntut kemerdekaan hakiki selalu dilibas habis oleh kekuatan militer dengan dalih menjaga keutuhan NKRI, tanpa ada empati dan upaya pencarian akar masalah yang melatarbelakangi gerakan-gerakan "terkutuk" tersebut. Dan kita pada akhirnya bertepuk tangan, memberi penghormatan tinggi atas hancurnya harapan orang-orang yang sadar akan masa depan anak-cucunya. Dengan riuhnya kita memberikan apresiasi luar biasa kepada para pasukan yang senantiasa menjaga mimpi kita untuk terus bergandeng tangan dalam penderitaan atas nama NKRI! Yang kemudian kembali memunculkan tanya: Dapat apa kamu dari NKRI?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun