Mohon tunggu...
Margaretha
Margaretha Mohon Tunggu... Dosen - A passionate learner - Ad Astra Abyssoque.

Margaretha. Pengajar, Peneliti, serta Konselor Anak dan Remaja di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Saat ini tengah menempuh studi lanjut di Departemen Pediatri, the University of Melbourne dan terlibat dalam the Centre of Research Excellence in Global Adolecent Health.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

"New Normal" Setelah Krisis Pandemi

6 Mei 2020   14:42 Diperbarui: 6 Mei 2020   21:20 3571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi | Pasar Victoria kosong selama total shut down di Melbourne.

Dan stress dari isolasi bisa menjadi pemicu munculnya berbagai persoalan psikologis, dari kecemasan, depresi, trauma dan lainnya.

New normal berikutnya adalah munculnya kesadaran bahwa manusia perlu berupaya untuk mencapai kesehatannya secara utuh, bukan hanya fisik tapi juga kesehatan mentalnya. Penting untuk memiliki mental yang bahagia, bukan hanya berusaha tidak sakit. 

Kita juga perlu belajar bagaimana mengupayakan kesehatan mental ketika menghadapi krisis. Dalam krisis, kita tidak bisa menggantungkan harapan pada orang lain untuk mendukung kesehatan mental dan kebahagiaan pribadi. Kita perlu bisa mengandalkan diri sendiri sehingga bisa merumuskan, merencanakan, dan melakukan cara-cara yang perlu dilakukan untuk sehat mental. Pada titik tertentu, kita akan membutuhkan orang lain. Namun, kita belajar bahwa diri sendirilah yang bertanggungjawab atas kondisi mental pribadi (sense of agency). 

6.Perubahan peralatan dan perlengkapan keluar rumah. 

Sebelum pandemi, penggunaan perlengkapan, sepert masker, hanya dilakukan pada konteks tertentu saja, misalkan: naik motor, atau ketika sakit.

Namun, new normal akan berdampak pada pemilihan aksesoris yang dipakai manusia untuk keluar rumah.

Selain masker, mungkin orang akan lebih mempersiapkan berbagai peralatan dan perlengkapan kesehatan. Dan aksesoris ini akan menjadi pasar baru yang berkembang pesat karena munculnya kebutuhan merasa aman dengan bantuan peralatan dan perlengkapan kesehatan.

Transisi new normal ke resiliensi 

Pandemi adalah krisis; maka dalam menghadapinya, manusia memunculkan reaksi terhadap krisis. Hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan akan terjangkit COVID-19, bisa menimbulkan bukan hanya stress, mood sedih, tapi juga trauma.

Orang yang mengalami isolasi ditemukan lebih beresiko mengalami gangguan stress, depresi, insomnia, mudah marah, sulit fokus, gangguan tidur, gangguan makan, kelelahan emosional, dan stress pasca trauma (Brooks dkk., 2020). 

Namun, selalu ada harapan untuk lebih baik. Orang-orang yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan, bahkan dalam situasi isolasi diri, ditemukan sebagai orang yang resilien secara psikologis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun