Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hibat yang Mengalir dari Jiwa, Itulah Kekuatan Seorang Ibu

30 November 2020   05:04 Diperbarui: 30 November 2020   05:25 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bayi/pexels.com/ Nandhu Kumar

Menulis tentang sosok ibu di tengah situasi pandemi ini adalah hal yang cukup berat, mengingat begitu banyak orang yang tiba-tiba kehilangan orangtua, tidak dapat berkumpul karena diisolasi, sehingga sulit merawat dan membalas cinta mereka seperti yang selalu mereka berikan untuk kita dulu.

Banyak memori indah atau sekedar ketemu dan berkumpul tidak tercapai. 

Rindu untuk mencicipi masakan ibupun, tak bisa dilakukan sebab selain beda wilayah, rasa khawatir sebagai pembawa virus jika pulang membayangi, mengingat usia mereka yang tidak lagi muda.

Ibu saya adalah seorang guru, yang menamatkan SMA pendidikan guru pada zamannya (saya lupa nomenklaturnya), dan baru menyelesaikan sarjana pendidikannya beberapa tahun silam.

Rasa rindu kepadanya hanya bisa diluapkan lewat video call atau telepon. 

Kebetulan dalam hal menyanyi, ibu jagonya. Ibu, sekolah pertamaku, darinya banyak hal yang saya pelajari, bukan hanya bernyanyi, tapi hal tentang kehidupan, yang nilai-nilainya dapat dijumpai dalam tulisan ini.

Kesibukannya sebelum tidur, kami sering diinabobokan dengan lagu sio mama, yang menyentuh itu. Pembawaan ibu yang riang, cekatan dan penuh tawa seolah memberi kepastian bagi kami bahwa jangan khawatir dengan hari esok.

Air mata/pexels.com/Kat Jayne
Air mata/pexels.com/Kat Jayne

Tahun 2009 menjadi tahun terberat baginya, karena tahun itu kami semua kehilangan sosok oma, Ibunya. Kehilangan itu membuatnya terpukul sebab sosok penyayang dan penuh pengertian itu telah pergi.

Sosok yang menjadi sandarannya saat mengalami tekanan hidup, sosok yang menguatkan saat mengalami permasalahan dalam kehidupan, dan sosok yang menjadi tempat ternyaman untuk dipeluk sudah tidak bersamanya lagi.

Mendengar lagu sio mama kembali, saya menyadari bahwa begitu kesepiannya Ibu saya waktu itu. Kini hidup telah berubah. Kesedihan akibat kehilangan seolah tertutupi dengan senyumnya, untuk memastikan kami anak-anak tidak merasakan kekhawatiran itu.

Sambil mendengar sio mama, saya juga membayangkan para ibu yang berjuang untuk menghidupi anak-anak. Apapun dilakukan mereka, bahkan dalam ketidakberdayaan mereka menghadapi kerasnya kehidupan, mereka rela menempatkan dirinya diantara anak-anak dan bahaya.

Mereka merelakan perutnya yang lapar asalkan anaknya bisa makan, mereka rela waktu istirahatnya berkurang asalkan popok anak diganti.

Bahkan maaf, saat orang memandang diri mereka dengan sebelah mata, terpaksa mereka lakukan pekerjaan paling hina hanya sekedar membeli sekotak susu bayi untuk menghangatkan perut sang anak.

Ibu adalah sosok yang kuat, kekuatan itu didorong karena rasa hibat dan kesetiaan mereka yang telah teruji sepanjang waktu.

Hati ini teriris ketika beberapa waktu silam, viral video anak memukul ibu, anak menggugat ibu, dan perbuatan keji lainnya terhadap ibu. Tapi apakah sang ibu membenci anaknya ? tentu tidak karena kasih sayang seorang ibu. Ketika dia hanya memiliki cinta untuk diberi, niscaya itu mengalir dari jiwanya.

Saat seorang ibu datang dan meminta bantuan tetapi ditolak, mungkin dia sedih dan menangis tapi dia tidak akan menyerah.

Demi anaknya dia rela tidur di pasar, demi sang anak, mereka rela menggadaikan apapun, demi kuliah dan sekolah mereka, rela beruntang kemana saja, asalkan anaknya tidak mengalami kesusahan dalam mencapai cita-cita mereka.

Bab baru/pexels.com/Feedyourvision 
Bab baru/pexels.com/Feedyourvision 

Ibu, sekolah pertamaku, dari merekalah kita belajar menyebutkan kata mama, papa.

Perjuangan mereka memberi inspirasi bagi kita sebagai anak untuk tidak menyerah dan berputus asa menghadapi kehidupan, seperti kata pepatah dimana ada kemauan disitu pasti ada jalan.

Ibu, sekolah pertamaku darimu kami belajar bagaimana menghargai perempuan, peduli terhadap sesama dan menjadi pribadi yang penuh kasih sayang.

Untuk ibuku dan ibu-ibu lainnya di luar sana, kalian adalah embun penyejuk dalam kehausan, dari sosokmu kami belajar banyak hal, terima kasih, semoga selalu dalam lindungan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun