Manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan interaksi social dengan sesama manusia. Interaksi tersebut menjadi salah satu kebutuhan yang patut dipenuhi selain sandang, pangan, dan papan.Â
Tentunya dalam berinteraksi social kita memiliki etika yang patut kita penuhi guna mendapat feedback yang baik juga. Jika kita kurang memiliki etika dalam berinteraksi bisa jadi masyarakat sekitar tidak menerima kita. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam berinteraksi terutama ketika kita hendak menanyakan hal privasi seperti agama.Â
Agama merupakan sebuah topik yang sangat sensitif untuk ditanyakan kepada orang lain terlebih orang yang tidak kita kenal atau yang baru saja kita kenal.Â
Meskipun tujuan kita untuk mengetahuinya guna mengatur sikap kita terhadap orang tersebut, tetapi tetap saja hal tersebut dianggap tidak etis di masyarakat.Â
Tentu tidak semua orang marah jika ditanya oleh orang tidak dikenal akan identitas agamanya, hal itu dikarenakan tiap individu memiliki pola pikir yang berbeda-beda akan suatu hal.
Jika kita lihat di sisi lain, ada juga orang yang merasa bangga dengan menunjukan identitas agamanya, dan tidak ada yang salah akan hal tersebut.
Dan bagi yang tidak menunjukan identitas agamanya juga bukan berarti dia berdosa dan tidak bangga akan agamanya, iman seseorang dalam beragama tidak ditentukan dari menjawab pertanyaan tentang identitas keagamaan.
Alasan lain yang mendukung individu untuk tidak menunjukan identitas agamanya bisa jadi karena orang tersebut memiliki realitas sosial atau pengalaman yang tidak menyenangkan seperti perlakuan diskriminasi, menjadi buah bibir, pembullyan, dsb oleh lingkungan sekitar.
Realitas sosial yang buruk tersebut tentunya memberikan beragam dampak negatif, seperti kurangnya percaya diri akan agamanya karena tidak sesuai dengan mayoritas, dapat memberikan trauma secara mental dan tidak mau bersosialisasi.
Perlakuan tersebut tanpa kita sadari banyak terjadi di masyarakat kita seperti curhatan seorang netizen di akun instagramnya @kristoimanuel