Mohon tunggu...
Yulius Maran
Yulius Maran Mohon Tunggu... Educational Coach

- Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika "Pembelajaran Mendalam" Menggeser Jejak Kurikulum Merdeka

16 Agustus 2025   06:50 Diperbarui: 16 Agustus 2025   10:10 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena ini menunjukkan lemahnya strategi komunikasi kebijakan. "Perubahan metode tanpa tujuan yang jelas hanyalah permainan retorika" (Hirst, 1974, hlm. 5). Jika publik tidak mendapatkan penjelasan memadai, maka persepsi yang terbentuk bisa keliru dan menimbulkan kebingungan di tingkat implementasi.

Hilangnya identitas Kurikulum Merdeka juga berdampak pada konsistensi pelaksanaan di sekolah. Guru yang telah beradaptasi dengan struktur dan format Kurikulum Merdeka kini dihadapkan pada pendekatan baru tanpa peta integrasi yang jelas.

Akibatnya, terjadi "double burden" pada guru: mereka harus menjaga kesinambungan Kurikulum Merdeka sambil mempelajari dan mencoba mengimplementasikan Pembelajaran Mendalam, yang secara teknis berbeda orientasi.

Politik dan Sosio-budaya dalam Kebijakan Kurikulum

Sejarah pendidikan Indonesia menunjukkan bahwa kurikulum tidak pernah steril dari pengaruh politik. Setiap pergantian rezim cenderung membawa perubahan nama dan arah kebijakan kurikulum. Hirst (1974) mengingatkan bahwa "pendidikan adalah usaha rasional yang harus didasarkan pada tujuan yang disepakati, bukan pada fluktuasi politik" (hlm. 6).

Masalah muncul ketika kebijakan pendidikan lebih dipandu oleh agenda politis daripada kebutuhan pedagogis. Pendekatan Pembelajaran Mendalam, meskipun menjanjikan secara konseptual, berisiko menjadi korban pergantian kekuasaan jika tidak memiliki landasan hukum dan filosofis yang kokoh.

Selain itu, faktor sosio-budaya juga memainkan peran penting. Resistensi terhadap perubahan, kesenjangan literasi digital, dan disparitas fasilitas antarwilayah menjadi penghambat serius. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan kondisi ini akan sulit berjalan efektif.

Depolitisasi kurikulum menjadi agenda penting jika pendidikan ingin lepas dari siklus perubahan kebijakan yang reaktif. Pendidikan harus dilindungi dari tarik-menarik kepentingan politik dan dijalankan berdasarkan data serta kebutuhan nyata di lapangan.

Menutup Jurang Teori dan Implementasi

Agar Pembelajaran Mendalam benar-benar memberikan dampak positif, ia harus dibingkai dalam kurikulum yang jelas dan terstruktur. Integrasi dengan Kurikulum Merdeka perlu dijelaskan secara resmi kepada publik dan guru, sehingga tidak terjadi kebingungan istilah dan arah kebijakan.

Pelatihan guru menjadi prioritas utama. Tanpa guru yang paham filosofi dan teknik implementasi, pendekatan ini hanya akan menjadi slogan. Pelatihan harus diiringi dengan pendampingan berkelanjutan dan pengurangan beban administratif yang menghambat inovasi mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun