Secara praktis, contoh nyata dari ketidakseimbangan antara budaya "keluarga" dan profesionalitas dapat dilihat dalam kebijakan promosi atau rekrutmen tenaga pendidik. Jika promosi jabatan lebih didasarkan pada kedekatan sosial daripada kompetensi dan kinerja, maka hal ini dapat menurunkan standar mutu pendidikan dan menciptakan praktik nepotisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu menerapkan pendekatan hibrida yang menggabungkan unsur kekeluargaan dan profesionalitas secara seimbang. Dengan demikian, lingkungan sekolah tetap dapat memberikan dukungan sosial yang kuat, tetapi tetap menjaga standar akademik dan administratif yang
Keuntungan dan Tantangan Budaya "Keluarga" di Sekolah
Keuntungan Budaya "Keluarga"
Meningkatkan Rasa Kebersamaan dan Loyalitas
House et al. (2004) dalam studinya tentang budaya organisasi menunjukkan bahwa pendekatan berbasis kekeluargaan meningkatkan rasa kebersamaan dan loyalitas. Dalam konteks sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang memiliki keterikatan emosional lebih kuat cenderung lebih termotivasi untuk berkontribusi dalam proses pembelajaran.
Selain itu, peserta didik yang merasa diterima dalam lingkungan yang hangat lebih terlibat dalam aktivitas akademik dan non-akademik. Mereka lebih mudah membangun hubungan baik dengan guru dan teman sebaya, yang pada akhirnya meningkatkan hasil belajar dan karakter sosial mereka.
Meningkatkan Kesejahteraan Emosional
Schein (2010) dalam penelitian tentang budaya organisasi menemukan bahwa iklim kerja yang mendukung secara emosional meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan. Ketika mereka merasa dihargai dan didukung oleh rekan kerja serta pimpinan sekolah, tingkat stres akibat tekanan pekerjaan dapat berkurang secara signifikan.
Lebih lanjut, kesejahteraan emosional yang baik berdampak pada peningkatan produktivitas dan inovasi dalam metode pengajaran. Guru dalam lingkungan kerja yang positif cenderung lebih kreatif dalam menyusun strategi pembelajaran dan lebih responsif terhadap kebutuhan peserta didik.
Mendorong Kolaborasi