Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Rahmatullah Safrai

Founder Sekumpul EduCreative dan Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Fly Ash Batu Bara PLTU Suralaya Unit 9-10 Cemari Pemukiman Warga

3 September 2025   16:33 Diperbarui: 3 September 2025   16:33 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fly ash berterbangan dari PLTU Suralaya Unit 9-10, Rabu 3 September 2025 (Foto Irsyad) 

Siang terik di Link Kebon Pisang, Kecamatan Pulomerak, Cilegon, angin berhembus kencang membawa butiran debu halus ke udara. Debu itu bukan sembarang debu. Ia berasal dari timbunan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), hasil pembakaran batu bara milik PLTU Suralaya Unit 9-10.

Pada Rabu, 3 September 2025, kepulan fly Ash batu bara terlihat jelas berterbangan, menutup pandangan, dan membuat warga resah. Lokasi penampungan FABA hanya berbatasan dengan dinding raksasa dengan pemukiman warga. 

Irsyad, seorang warga, menjadi saksi mata. "Debunya pekat sekali. Apalagi kalau panas terik dan angin kencang. Kami terpaksa menutup pintu dan jendela rapat-rapat," ujarnya. 

Suaranya menyimpan nada jengkel bercampur pasrah. Ia menambahkan, selama ini warga hanya bisa mengandalkan masker seadanya, meski debu fly Ash batu bara tetap menempel di lantai rumah, pakaian, hingga perabot.

Bagi warga, ini bukan kejadian pertama. Mereka sudah berulang kali merasakan dampak polusi fly ash batu bara. Namun minim informasi membuat mereka gamang. 

"Katanya ramah lingkungan. Tapi kalau pengelolaan fly ash batu bara seperti ini, jelas membahayakan. Kami juga tidak pernah mendapat penjelasan atau jaminan kesehatan," kata Irsyad.

Ketika dikonfirmasi oleh Irsyad, Humas PLTU Suralaya Unit 9-10, Indra, mengakui ada kesalahan teknis. Ia menyebut pihaknya akan menanggulangi dengan penyemprotan air menggunakan fog canon. 

Namun bagi warga, solusi itu hanya sementara. "Kalau penyimpanan FABA tidak dikelola benar, kebocoran seperti ini bisa berulang," kata Irsyad.

FABA sejatinya bukan sekadar limbah. Pemerintah telah mengeluarkan regulasi yang memungkinkan abu batu bara ini dimanfaatkan untuk bahan bangunan atau infrastruktur. Namun, di lapangan, praktik penyimpanan dan pengelolaan masih menjadi masalah klasik. 

Kawasan Suralaya yang disebut sebagai "jantung listrik Jawa-Bali", justru menanggung ironi, pasokan energi untuk kota-kota besar dibayar mahal dengan risiko kesehatan masyarakat lokal.

Di kawasan permukiman sekitar PLTU, warga bahkan sudah terbiasa menyapu debu hitam setiap pagi. "Kalau begini terus, bukan tidak mungkin warga akan protes langsung ke PLTU Suralaya Unit 9-10," ujar Irsyad.

Kasus ini membuka kembali perdebatan lama, sejauh mana industri energi batubara memperhitungkan aspek kesehatan publik? Sementara dunia bergerak menuju energi bersih, masyarakat kecil di sekitar Suralaya masih harus menanggung biaya sosial dari listrik murah yang dinikmati jutaan orang.

PLTU Suralaya Unit 9-10 semestinya bukan hanya memasok listrik, tapi juga memastikan hak dasar warga untuk hidup di lingkungan yang sehat. Debu halus yang beterbangan ke rumah-rumah itu adalah alarm keras, bahwa pembangunan tanpa perlindungan manusia di sekitarnya adalah pembangunan yang timpang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun