Mohon tunggu...
Mang Pram
Mang Pram Mohon Tunggu... Freelancer - Rahmatullah Safrai

Penikmat kopi di ruang sepi penuh buku || Humas || Penulis Skenario Film || Badan Otonom Media Center DPD KNPI Kota Cilegon

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Carut Marut Pendidikan Kota Cilegon di Tangan Kebijakan Wali Kota Baru

24 Mei 2021   06:09 Diperbarui: 24 Mei 2021   07:34 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat menolak rencana pendirian SMPN 12 Cilegon di SDN Pabean/Foto Diyaudin) 

Sudah tiga bulan terakhir, persoalan penolakan pendirian SMP Negeri di Kota Cilegon ramai disuarakan oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan sejak Wali Kota Cilegon Helldy Agustian yang baru dilantik berencana merealisasikan pendirian SMP Negeri di sejumlah kecamatan.

Penolakan yang dilakukan masyarakat karena pendirian SMP Negeri menggunakan gedung SD Negeri yang masih aktif menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Sedikitnya baru pendirian tiga SMPN yang sudah ditolak.

Pertama kali mencuat di Kecamatan Purwakarta. Dimana pendirian SMP Negeri menggunakan gedung SDN Pabean. Lalu, SDN Pabean akan digabung dengan SDN Pecinan. Penolakan pertama ini cukup ramai. Tidak hanya warga dan akademisi, tapi juga sejumlah anggota DPRD Kota Cilegon.

Lalu, setelah ditolak warga di SDN Pabean, dipindahkan ke SDN Kubangkutu I. Rupanya penolakan pun terjadi lagi oleh para wali murid.

Uniknya, realisasi pendirian SMP Negeri ini baru muncul tahun ini. Sementara itu sudah punya murid sejak tahun lalu yang dititipkan di sekolah lain.

Para Wali Murid dan sejumlah tokoh Masyarakat Kelurahan Gerem juga kemudian menolak alih fungsi gedung SDN Gerem III yang akan didirikan SMP Negeri di Kecamatan Grogol. Masyarakat beralasan gedung itu masih dibutuhkan dan punya sejarah panjang yang tidak rela dialihfungsikan.

Lalu, isu penghapusan SDN Walikukun kemudian muncul. Lagi-lagi dikarenakan akan digunakan untuk pendirian SMPN. Warga di Kecamatan Citangkil pun merasa resah dengan rencana ini.

Lah, kok banyak, ya Pak Wali?

Mungkin jika cuma satu di SDN Pabean itu saja cukup dimaklumi. Mungkin ada kekeliruan dan bisa diubah. Tapi, ketika muncul di dua kecamatan lain, rasa-rasanya ada yang tidak beres.

Hingga saat ini, transparansi mengenai rencana pendirian tiga SMP Negeri belum bisa diakses masyarakat. Sehingga wajar jika kemudian muncul keresahan dan opini yang negatif terkait kinerja Wali Kota Cilegon yang baru dilantik itu.

Dalam waktu singkat setelah dilantik kemudian muncul intruksi pendirian SMP Negeri ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana perencanaan dan konsep pendidikan yang akan dikembangkan?

Merujuk pada ciri-ciri atau karakteristik dari suatu perencanaan pendidikan menurut Banghart and Trull dalam Sa'ud dan Makmun (2007:31) di antaranya adalah mempunyai tahapan program jangka waktu tertentu (jangka pendek, menengah dan panjang) yang akan dicapai secara berkesinambungan.

Jika saat ini muncul riak-riak penolakan, berarti ada sesuatu yang janggal terkait tahapan program.

Ketika memiliki rencana pendirian sejumlah sekolah baru, perencanaan harusnya sudah masuk pada tahapan pembebasan lahan yang akan dibangun gedung baru. Sehingga sudah ada pengembangan rencana terhadap keberlangsungan pembangunan sekolah baru tersebut.

Saat ini masyarakat hanya dikagetkan dengan tiba-tiba alih fungsi gedung SD Negeri yang sudah berdiri puluhan tahun dan masih banyak siswanya dijadikan gedung SMP Negeri.

Lalu, perencanaan pendidikan lainnya adalah harus komprehensif dan sistematis, dalam arti tidak praktikal atau segmentasi tetapi menyeluruh, terpadu (integral) dan disusun secara logis, rasional serta mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan.

Kembali pada perencanaan pendidikan yang terprogram, rasanya tidak logis dan rasional lagi ketika ada kebijakan penggunaan gedung SD Negeri untuk SMP Negeri.

Apa iya, sebagai Kota Industri, Pemkot Cilegon tidak mampu membangun gedung sekolah baru? 

Padahal urusan dana pendidikan sudah diatur berdasarkan Amanat Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yaitu wajib mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk anggaran fungsi pendidikan.

Pemanfaatan dana pendidikan 20 persen ini, jika dilaksanakan, tidak hanya mampu membangun gedung baru, rasanya pendidikan di Kota Cilegon lebih murah atau bahkan gratis. Tapi, nyatanya tidak juga.

Semoga saja penolakan dari masyarakat bisa diterima sebagai aspirasi yang juga harus didengar Wali Kota Cilegon beserta dinas terkait. Persoalan pendidikan cukup vital dan berpengaruh tidak baik bagi Wali Kota Cilegon yang sudah rajin melakukan pencitraan di medsos.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun