Mohon tunggu...
Manda Aufa
Manda Aufa Mohon Tunggu... Mahasiswa Farmasi di Universitas Airlangga

hobi membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Cuci Darah pada Anak: Apa Penyebab Tingginya Angka Kasus Ini

24 September 2024   21:00 Diperbarui: 24 September 2024   21:06 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Frekuensi fenomena cuci darah di kalangan usia muda, khususnya anak-anak meningkat. Proses cuci darah atau hemodialisis adalah prosedur membuang cairan dan kotoran dari dalam darah saat ginjal tidak bisa melakukannya. Proses cuci darah layaknya menggantikan peran ginjal dalam tubuh, yaitu menyaring darah dari kotoran, racun, dan sisa metabolisme. Terapi ini kerap menjadi solusi untuk pasien yang ginjalnya tidak  bisa bekerja dengan baik, seperti penyakit ginjal kronis.

Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 77 anak di Jawa Barat sedang menjalani proses cuci darah. Sementara itu, di Jawa Timur, jumlah anak yang menjalani cuci darah mencapai antara 8 hingga 10 anak per hari. Data ini menunjukkan bahwa tingginya angka kasus ini memerlukan penelitian lebih lanjut dan penanganan yang tepat. Lantas apa yang membuat cuci darah di kalangan anak-anak ini semakin marak?.

Proses cuci darah kerap berkaitan dengan penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronis. Dua kondisi ini melibatkan ginjal sebagai organ yang mengalami penurunan fungsi atau mengalami gangguan. Oleh karena itu, ginjal tidak bisa melakukan perannya untuk menyaring darah dari limbah, racun, dan sisa metabolisme sehingga diperlukan solusi, seperti cuci darah untuk mengembalikan fungsi ginjal yang hilang. 

Diabetes Pada Anak

Diabetes tipe 1 dan 2 sering dijumpai pada anak-anak, diabetes tipe 1 adalah kondisi ketika tubuh anak tidak lagi mampu memproduksi hormon insulin yang berfungsi mengatur kadar gula darah, hal ini menjadi masalah. Sementara itu, diabetes tipe 2 seringkali berhubungan dengan obesitas, gaya hidup yang tidak sehat, dan faktor keturunan. Penyakit ini berpotensi mengakibatkan kematian apabila tidak mendapatkan penanganan secepat mungkin sehingga perlu dikenali gejala-gejala awalnya. Gejalanya berupa;

  1. Sering buang air kecil.

  2. Sering merasa haus dan meningkatnya rasa lapar.

  3. Penurunan berat badan.

  4. Anak sering merasa lelah dan lesu.

  5. Terdapat perubahan warna kulit menjadi lebih gelap di bagian leher, ketiak, dan selangkangan.

  6. Infeksi pada luka yang sulit sembuh.

Diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol melalui pengobatan dan gaya hidup sehat dan tindakan pencegahan yang meliputi;

  1. Menerapkan pola makan yang sehat, anak harus mendapatkan makanan yang seimbang dan bergizi. Hindari makanan yang mengandung banyak gula, lemak jenuh, dan makanan olahan. Hidangkan konsumsi yang mengandung tinggi serat dan protein, seperti sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan protein hewani dan diolah dengan cara direbus ketimbang digoreng.

  2. Melakukan kegiatan yang melibatkan fisik, bujuk anak untuk melakukan outdoor activity, seperti bermain dengan teman sebaya, bersepeda, jalan kaki dan olahraga lainnya yang anak sukai. Anak-anak dan remaja harus aktif secara fisik minimal selama 60 menit setiap hari. Aktivitas yang teratur dapat membantu membenahi kadar gula dalam darah dan meningkatkan respons tubuh pada insulin.

  3. Pantau berat badan anak, obesitas dapat meningkatkan peluang diabetes terjadi pada anak.

  4. Rutin lakukan pemeriksaan kesehatan untuk melakukan penanganan dini apabila terdapat gejala-gejala.

Ginjal Kronis

Seorang anak dikategorikan menderita Penyakit Ginjal Kronis (PGK) jika memenuhi salah satu kriteria, yaitu adanya kerusakan ginjal yang berlangsung selama 3 bulan atau lebih. Kerusakan ini bisa berupa perubahan struktur atau fungsi ginjal, baik disertai penurunan fungsi yang diukur melalui laju filtrasi glomerulus (LFG), maupun tidak. Kelainan tersebut dapat terlihat dari komposisi urin, hasil pencitraan, atau biopsi ginjal. Penyakit ini berpotensi mengakibatkan kematian apabila tidak mendapatkan penanganan secepat mungkin sehingga perlu dikenali gejala-gejala awalnya. Gejalanya berupa;

  1. Tidak nafsu makan dan muntah-muntah.

  2. Kelelahan

  3. Urin berwarna merah 

  4. Muncul benjolan dalam rongga perut atau dalam kandung kemih dan infeksi saluran kemih berulang

Ginjal kronis dapat ditangani dengan melakukan dengan pengenalan dini dan penanganan lebih awal, tetapi ginjal kronis tidak akan diobati dan cenderung memburuk kemudian menjadi gagal ginjal tahap akhir. Lalu, diobati sementara dengan hemodialisis/cuci darah  sambil menunggu transplantasi ginjal. Mencegah kerusakan ginjal dapat dimulai dari memenuhi kebutuhan cairan atau tetap terhidrasi, membatasi gula, membatasi garam, rutin berolahraga, dan menjaga berat badan yang ideal. 

 Kesadaran masyarakat, terutama di kalangan orang tua, diperlukan demi menurunkan angka anak-anak yang membutuhkan cuci darah dan menderita penyakit ginjal kronis dan diabetes. Orang tua perlu menyadari bahaya dari gaya hidup tidak sehat yang dapat dicontoh oleh anak-anak. Dengan menerapkan pola hidup sehat di keluarga. Dengan demikian, kesadaran ini akan membantu menciptakan generasi yang lebih sehat dan mencegah munculnya masalah kesehatan di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun