Dalam kitab Sirajut Thalibin karya ulama besar Nusantara, Syaikh Ihsan Jampes Kediri, terdapat kisah yang begitu lembut namun mengguncang jiwa. Kisah ini tercantum dalam Juz 1 halaman 473 cetakan Al-Haramain, tentang seorang wanita pezina dari Bani Israil yang seumur hidupnya tenggelam dalam maksiat. Ia dikenal sebagai wanita hina, yang dalam pandangan manusia tak pantas diampuni. Namun, di sisi Allah, tak ada hati yang benar-benar tertutup bila masih memiliki setitik kasih sayang dan penyesalan.
Suatu hari, wanita itu berjalan di padang pasir yang panas membakar. Di tengah perjalanan, ia melihat seekor anjing yang kehausan. Hewan itu menjulurkan lidahnya, terengah-engah, hampir mati kehausan. Hatinya tersentuh. Tanpa berpikir panjang, ia membuka sepatunya, turun ke sumur, menimba air, dan memberi minum anjing itu. Tak ada yang melihat, tak ada yang memuji. Hanya ia dan Tuhannya yang tahu. Namun justru di situlah letak keikhlasannya. Ia memberi bukan karena ingin dilihat manusia, tetapi karena dorongan kasih yang tulus.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ketika seekor anjing berputar-putar di sekitar sumur hampir mati kehausan, seorang wanita pezina dari Bani Israil melihatnya, lalu ia membuka sepatunya, mengambil air, dan memberi minum anjing itu. Maka Allah mengampuni dosanya karena perbuatan itu.”
(HR. Bukhari, no. 3467; Muslim, no. 2245)
Sebuah kisah yang tampak sederhana, namun sarat makna mendalam. Ia mengajarkan bahwa Allah tidak menilai dari besar-kecilnya perbuatan, melainkan dari sucinya niat dan lembutnya hati. Wanita itu mungkin tak pernah menyangka bahwa seteguk air yang ia berikan akan menjadi penyebab keselamatannya dari neraka. Tapi Allah Maha Pengasih, Dia menerima kebaikan sekecil apa pun jika lahir dari hati yang tulus.
Betapa sering kita menganggap amal besar sebagai jalan utama menuju surga — shalat seribu rakaat, sedekah besar, puasa panjang. Padahal, bisa jadi amal kecil yang kita remehkan justru lebih berharga karena dilakukan dengan hati yang bersih. Seteguk air yang diberikan kepada hewan, senyum yang menenangkan hati orang lain, atau ucapan lembut kepada orang tua — semua bisa menjadi sebab ampunan bila dilakukan karena Allah semata.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A‘raf [7]: 156)
Ayat ini seperti pelukan bagi jiwa-jiwa yang berdosa. Rahmat Allah tidak terbatas oleh banyaknya kesalahan. Selama hati masih hidup, selama masih ada niat untuk berubah, pintu ampunan selalu terbuka lebar. Tak ada yang terlalu jauh untuk kembali, tak ada yang terlalu kotor untuk dibersihkan oleh kasih sayang Allah.
Dalam hadis qudsi, Allah berfirman:
“Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului murka-Ku.” (HR. Bukhari, no. 7553; Muslim, no. 2751)
Inilah sumber harapan bagi siapa pun yang merasa hina oleh dosa. Bahwa Allah lebih senang mengampuni daripada menghukum. Ia tidak mencari alasan untuk menolak, tapi mencari alasan untuk memaafkan. Wanita pezina itu mungkin telah berbuat dosa sepanjang hidupnya, tapi satu kebaikan kecil dengan hati yang tulus cukup untuk membalikkan nasibnya dari penghuni neraka menjadi penghuni surga.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Jagalah diri kalian dari api neraka, meskipun hanya dengan (bersedekah) separuh buah kurma. Jika tidak mampu, maka dengan perkataan yang baik.” (HR. Bukhari, no. 1417; Muslim, no. 1016)
Hadis ini menegaskan, tidak ada amal kecil di sisi Allah. Bahkan separuh kurma, apalagi seteguk air, bisa menjadi jalan keselamatan jika disertai keikhlasan. Karena itu, jangan pernah menunda untuk berbuat baik. Jangan menunggu waktu luang, jangan menunggu kaya, jangan menunggu sempurna. Kebaikan sekecil apa pun, bila diniatkan karena Allah, akan bernilai abadi di sisi-Nya.
Kita hidup di masa di mana manusia berlomba menampilkan amal besar di depan dunia, namun sering melupakan amal kecil yang tersembunyi di hadapan Allah. Padahal, justru amal yang tersembunyi dan dilakukan tanpa pamrih itulah yang paling murni. Surga kadang tersembunyi di balik hal-hal sederhana: menolong, memaafkan, mendoakan, menahan marah, atau sekadar menghibur orang yang bersedih.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Ia melihat hati dan amal kalian.” (HR. Muslim, no. 2564)
Betapa indah jika manusia menyadari ini. Dunia tidak lagi menjadi ajang pamer kebaikan, melainkan ladang menanam keikhlasan. Karena pada akhirnya, bukan banyaknya amal yang menyelamatkan, tapi rahmat Allah yang melingkupi amal itu.
Maka, jangan pernah remehkan satu seteguk air kebaikan. Bisa jadi amal kecil itulah yang kelak menolong kita saat semua amal besar tertolak. Jangan berhenti menebar kasih sayang, meski kepada makhluk kecil yang tak bisa membalas. Sebab kasih itu akan kembali kepada kita dalam bentuk rahmat Allah di akhirat.
Dan kelak, ketika semua manusia digiring di padang Mahsyar, semoga Allah memanggil kita dengan panggilan lembut:
“Masuklah kalian ke dalam surga-Ku karena rahmat-Ku.” (HR. Ahmad, no. 23971)
Semoga setiap kebaikan kecil yang lahir dari hati kita menjadi seteguk air yang memadamkan api dosa, dan semoga kita termasuk hamba yang Allah keluarkan dari neraka bukan karena amal besar, tetapi karena rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak berbatas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI