"Barang siapa bershalawat kepadaku seribu kali, maka ia tidak akan mati sebelum melihat tempat duduknya di surga."
Hadis ini sering membuat hati bergetar. Betapa indah janji Rasulullah bagi siapa pun yang memperbanyak shalawat. Seribu kali shalawat seakan menjadi tangga menuju surga, jalan cinta menuju Nabi tercinta. Tapi jika direnungi lebih dalam, makna hadis ini jauh melampaui sekadar hitungan bilangan di lisan.
Seribu shalawat bukan sekadar jumlah, melainkan simbol kesungguhan cinta. Cinta yang bukan hanya diucap, tapi juga dihidupkan. Sebab cinta sejati kepada Nabi Muhammad tak berhenti pada lafaz --- ia menuntut bukti dalam ketaatan, keteladanan, dan perjuangan.
Cinta yang Menghidupkan Hati
Lisan yang basah dengan shalawat memang indah, tetapi cinta sejati lahir ketika shalawat itu menggerakkan hati untuk meneladani beliau. Imam al-Ghazali dalam Ihya' 'Ulumuddin menulis:
"Tanda cinta kepada Rasulullah adalah mengikuti sunnahnya, memperjuangkan agamanya, dan menjauhi segala yang beliau larang."
Artinya, bershalawat ribuan kali tanpa berusaha mengikuti jejak beliau hanyalah cinta di bibir, bukan cinta di hati. Sebab, cinta yang benar selalu menumbuhkan ketaatan. Ia tidak sekadar mengagumi, tapi meniru; tidak hanya memuji, tapi mengikuti.
Imam as-Sakhawi dalam al-Qaul al-Badi' menafsirkan hadis ini dengan indah. Beliau menjelaskan bahwa makna "melihat tempat di surga" bukan berarti benar-benar melihat surga dengan mata kepala, melainkan merasakan kabar gembira dan ketenangan iman menjelang kematian. Hati yang banyak bershalawat akan ditutup Allah dengan cahaya keyakinan dan kedamaian.
Cinta yang Meneladani, Bukan Mengkhayali
Bershalawat adalah bentuk cinta. Tapi cinta tanpa keteladanan ibarat bunga tanpa aroma. Allah berfirman: