Cinta adalah fitrah yang Allah sematkan ke dalam hati manusia. Ia hadir begitu alami, tak pernah lekang oleh waktu, tak pernah pudar ditelan zaman. Dari gurun tandus hingga kota penuh gemerlap cahaya, dari puisi klasik hingga lirik pop modern, cinta selalu dibicarakan. Namun, keindahan cinta bisa berubah menjadi luka bila ia mengalir tanpa arah. Maka Islam datang, bukan untuk mematikan cinta, melainkan untuk menuntunnya agar tetap suci, indah, dan bermakna.
Cinta dalam Perspektif Islam
Islam tidak menolak cinta. Justru ia mengakui cinta sebagai rahmat yang Allah titipkan untuk mengikat hati manusia. Ada cinta kepada Allah yang membuat hati tenang, cinta kepada Rasul yang menumbuhkan ketaatan, cinta kepada orang tua yang mengajarkan bakti, dan cinta kepada pasangan yang melahirkan ketenteraman. Semua cinta itu diberi ruang, tetapi juga diberi pagar agar tetap lurus. Sebab cinta tanpa pagar ibarat api yang dibiarkan membakar—bisa menghangatkan, tapi juga bisa menghancurkan.
Cinta yang diatur syariat bukan berarti kaku. Ia justru lebih indah, karena tidak sekadar mengikuti hawa nafsu, melainkan diarahkan menuju tujuan yang luhur. Seperti aliran sungai yang dibatasi tebing, air mengalir lebih teratur, memberi kehidupan bagi sekitarnya, bukan sekadar meluap tanpa kendali.
Bahaya Cinta Tanpa Batas
Di era digital, cinta kerap tampil bebas. Media sosial penuh dengan kisah asmara yang diekspos tanpa malu, film dan musik mendramatisasi cinta tanpa ikatan, hingga gaya hidup pacaran bebas dianggap lumrah. Padahal di balik senyum dan rayuan, cinta yang tak terjaga bisa berubah menjadi jerat.
Berapa banyak remaja kehilangan masa depan karena salah menyalurkan cinta? Berapa banyak keluarga hancur karena cinta yang dibangun di atas nafsu semata? Dari pergaulan bebas lahirlah luka: maraknya zina, anak-anak tanpa ayah, perceraian dini, hingga kekerasan yang membalut kata manis “sayang”. Inilah sisi gelap cinta tanpa kendali. Ia tampak indah di permukaan, tetapi menyimpan duri yang melukai.
Tanpa syariat, cinta berubah menjadi labirin yang menyesatkan. Hati yang awalnya berbunga bisa layu karena rasa bersalah, tubuh yang semula dijaga bisa ternoda oleh perbuatan sia-sia. Maka Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Cinta yang Halal: Menjaga dan Memuliakan
Islam memberikan jalan yang indah agar cinta tidak ternoda: pernikahan. Dalam ikatan ini, cinta tak lagi sebatas rasa, melainkan janji suci, ibadah, dan tanggung jawab. Cinta yang halal bukan sekadar pelampiasan hasrat, tapi penyatuan dua jiwa yang siap memikul amanah bersama.