Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Haji: Antara Kesucian Ibadah dan Busuknya Korupsi

26 Agustus 2025   06:15 Diperbarui: 1 September 2025   12:20 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibadah haji adalah ibadah agung. Setiap muslim yang berangkat menunaikannya membawa harapan besar: agar pulang dalam keadaan bersih, bagai bayi yang baru lahir. Namun belakangan ini, kabar yang sampai ke telinga kita sungguh memilukan: dugaan korupsi kuota haji yang disebut merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun, serta praktik dana talangan haji berbasis riba yang justru dilegalkan dengan alasan mempermudah. Apakah ini yang disebut ahsanu ‘amala—amal terbaik—sebagaimana dikehendaki Allah?

Pelajaran dari Quraisy Jahiliyah

Sejarah mencatat, sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus, orang Quraisy pernah merenovasi Ka’bah. Saat itu mereka sepakat untuk hanya menggunakan harta yang halal. Mereka menolak keras dana hasil riba, hasil perzinaan, atau harta dari kezhaliman.

Dana yang terkumpul akhirnya tidak cukup untuk menutup seluruh pondasi yang dahulu diletakkan Nabi Ibrahim. Akibatnya, sebagian bangunan—yakni Hijr Ismail—dibiarkan di luar Ka’bah hingga hari ini.

Subhanallah, kaum Quraisy yang masih hidup dalam jahiliyah saja paham: amal besar tak boleh tercampur dengan harta haram. Mereka rela Ka’bah tidak sempurna asal kemurnian dana tetap terjaga.

Ahsanu ‘Amala Menurut Qur’an dan Ulama

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dialah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapa di antara kalian yang paling baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2)

Ulama besar, Fudhail bin ‘Iyadh, menjelaskan:

 “Amal terbaik adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Ikhlas berarti hanya karena Allah, benar berarti sesuai sunnah Rasulullah. Jika ikhlas tanpa benar, tertolak. Jika benar tanpa ikhlas, juga tertolak. Amal diterima hanya jika ikhlas sekaligus benar.”

Di zaman kita, penjelasan ini terasa makin kuat: bukan hanya ikhlas dan benar, tapi juga harus bersih dari harta haram. Amal yang tumbuh dari riba atau korupsi, bagaimana mungkin diterima Allah sebagai ahsanu ‘amala?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun