Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Book

Hobi Menulis dan Jejak Tradisi Menulis Ulama

24 Agustus 2025   16:20 Diperbarui: 24 Agustus 2025   16:34 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibnu Katsir (1300–1373 M)
Karya Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Bidayah wa an-Nihayah (sejarah umat manusia) hingga kini masih jadi referensi utama di madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi.

Buya Hamka (1908–1981 M)
Ulama dan sastrawan Nusantara. Menulis lebih dari 100 buku, dari novel populer Tenggelamnya Kapal Van der Wijck hingga Tafsir al-Azhar yang beliau tulis di penjara. Meski wafat lebih dari 40 tahun lalu, karya-karyanya terus dicetak ulang dan dibaca generasi baru.

KH. Bisri Musthofa (1915–1977 M)
Ulama Jawa yang menulis lebih dari 100 kitab. Karya monumentalnya Tafsir al-Ibriz (tafsir 30 juz dalam bahasa Jawa) masih digunakan hingga sekarang.

KH. Hasyim Asy’ari (1871–1947 M)
Pendiri Nahdlatul Ulama. Menulis kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta‘allim yang mengajarkan etika ilmu. Walaupun sudah lebih dari 75 tahun wafat, karya beliau tetap dipelajari di pesantren.

Menulis di Era Digital

Hari ini, menulis jauh lebih mudah. Tidak perlu lagi menyalin dengan tinta dan kertas seadanya. Dengan gawai sederhana, siapa pun bisa menulis, menyimpan, dan menyebarkan karyanya. Satu artikel bisa dibaca ribuan orang hanya dalam hitungan jam.

Jika para ulama dulu sanggup menghasilkan karya besar dengan segala keterbatasannya, tentu kita lebih mampu di era digital ini. Tinggal kemauan yang harus kita kuatkan.


Penutup: Menulis sebagai Jejak Kehidupan

Bagi saya, menulis bukan sekadar cara untuk mengisi waktu, melainkan sebuah ikhtiar meninggalkan jejak. Kita tak pernah tahu sejauh mana sebuah tulisan akan berkelana, atau siapa saja yang akan membacanya. Namun satu hal pasti, tulisan sering kali mampu hidup lebih lama daripada penulisnya.

Lihatlah para ulama dan tokoh besar yang namanya tetap harum hingga kini: Imam Nawawi dengan karya-karyanya yang mendalam, Imam ath-Thabari dengan tafsir monumentalnya, Buya Hamka dengan deretan buku yang merentang dari tafsir hingga novel, atau KH. Bisri Musthofa dengan pesan-pesan keilmuannya. Mereka seakan hadir kembali setiap kali kita membuka lembar-lembar karyanya. Tinta yang mereka torehkan ternyata lebih abadi daripada suara lisan yang mudah hilang ditelan waktu.

Saya pun berharap, setiap goresan kata yang tertulis bisa menjadi amal jariyah—selama ia bermanfaat dan menginspirasi orang lain. Dan jika ada khilaf atau kesalahan, semoga tidak tercatat sebagai dosa, melainkan dimaklumi sebagai kealpaan manusiawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun