Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengelolaan SDA Ala Islam: Belajar dari Saudi, UEA, dan Qatar

18 Agustus 2025   16:50 Diperbarui: 1 September 2025   13:43 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia dikenal sebagai negeri kaya sumber daya alam (SDA): emas, nikel, batu bara, minyak, gas, hingga hutan tropis yang luas. Tapi ironisnya, kekayaan itu belum berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Utang negara terus menumpuk, subsidi kerap dicabut, dan rakyat kecil masih harus berjibaku dengan biaya hidup yang semakin tinggi.

Pertanyaan besar pun muncul: kenapa negeri kaya justru rakyatnya miskin? Jawabannya ada pada bagaimana SDA ini dikelola.

Prinsip Islam tentang SDA

Dalam Islam, SDA strategis tidak boleh dikuasai swasta atau asing. Rasulullah ï·º bersabda:

"Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud).

Hadis ini jadi dasar bahwa air, energi, dan padang rumput (simbol SDA vital) adalah milik umum. Negara hanya bertindak sebagai pengelola dan wakil umat. Hasil SDA wajib dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan gratis, kesehatan terjangkau, subsidi kebutuhan pokok, dan pembangunan infrastruktur. Dengan begitu, SDA tidak berubah jadi bancakan elite atau komoditas saham, tapi benar-benar jadi rahmat bagi seluruh rakyat.


Sejarah Pengelolaan SDA dalam Islam

Dulu saat aturan Islam diterapkan, pengelolaan SDA dilakukan secara langsung oleh negara. Ada Diwan al-Kharaj yang bertugas mengelola tambang, irigasi, hutan, hingga sumber energi. Semua hasilnya masuk ke Baitul Mal, lalu digunakan untuk membiayai kebutuhan rakyat. Hasilnya, umat Islam pernah mencapai masa keemasan dengan stabilitas ekonomi yang luar biasa, tanpa harus bergantung pada utang asing atau investasi swasta global.


Pembanding Modern: Saudi, UEA, dan Qatar

1. Saudi Arabia

SDA dikelola melalui Saudi Aramco, perusahaan negara yang menjadi raksasa migas dunia. Sebagian sahamnya sudah IPO, artinya ada privatisasi terbatas. Dampaknya: rakyat menikmati layanan gratis atau murah, seperti pendidikan dan kesehatan. Tapi tren globalisasi membuat subsidi perlahan berkurang.


2. Uni Emirat Arab (UEA)

SDA dikelola oleh ADNOC, perusahaan milik negara. Hasil minyak dan gas dipakai untuk membangun infrastruktur modern, menjadikan Dubai dan Abu Dhabi kota internasional. Namun, keterlibatan asing tetap besar, baik lewat investasi maupun saham.
3. Qatar

Kaya gas alam cair (LNG), dikelola oleh QatarEnergy.Negara kecil dengan pendapatan besar, mampu memberi pendidikan, kesehatan, bahkan listrik dan air hampir gratis. Meski begitu, privatisasi terbatas tetap ada, karena mereka bermain di pasar global.

Bedanya dengan Islam Kaffah

Sekilas, Saudi, UEA, dan Qatar mirip dengan prinsip Islam: negara menguasai SDA lalu mengembalikannya ke rakyat. Namun ada perbedaan mendasar:

Mereka masih membuka ruang privatisasi dan kepemilikan asing.

SDA dijadikan komoditas pasar global, bukan sepenuhnya untuk rakyat.

Dalam Islam kaffah, SDA tidak boleh diprivatisasi, tidak boleh dijual ke bursa, dan tidak boleh masuk kantong asing. Semua murni dikelola negara, dengan hasil sepenuhnya dikembalikan ke rakyat.

Kesimpulan

SDA adalah amanah besar. Salah kelola, rakyat sengsara dan elite berpesta pora. Islam menawarkan jalan jelas: SDA adalah milik umum, dikelola negara, hasilnya untuk rakyat.

Contoh Saudi, UEA, dan Qatar membuktikan: ketika negara menguasai SDA, rakyat bisa menikmati manfaatnya. Tapi selama masih ada privatisasi kapitalis, rakyat tetap terikat pada kepentingan global.

Indonesia seharusnya belajar: jangan sekadar jadi penonton yang SDA-nya digerus asing, tapi berani kembali pada sistem Islam dalam mengelola kekayaan alam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun