Setelah lebih dari dua abad mendominasi dunia, kapitalisme sekuler kini menghadapi krisis yang semakin dalam. Ketimpangan ekonomi global, kerusakan ekologis, degradasi moral, dan krisis identitas menghantui peradaban modern yang dibangun atas nama kebebasan dan kemajuan. Di tengah keterpurukan ini, muncul kembali pertanyaan mendasar: Adakah sistem alternatif yang lebih adil, manusiawi, dan visioner?
Sebagian kalangan intelektual Muslim menjawab tegas: Islam adalah jawabannya. Tak sekadar sebagai agama ritual, Islam hadir sebagai din, yaitu sistem kehidupan yang integral—spiritual, politik, ekonomi, dan peradaban. Maka, benarkah Islam sanggup menjadi The New Order of the Ages? Mungkinkah Islam mengambil alih posisi kapitalisme sebagai peradaban global?
Kapitalisme Sekuler: Dominan, Tapi Renta
Kapitalisme telah menaklukkan dunia lewat kolonialisme, liberalisasi pasar, dan hegemoni budaya. Namun, ia gagal menghapus kemiskinan struktural, menciptakan keadilan, dan menyatukan umat manusia. Kebebasan yang dijanjikan berubah menjadi alat eksklusif elite korporat dan negara adidaya. Ketika krisis keuangan berulang terjadi, dan generasi muda mengalami kehampaan makna hidup, kapitalisme tak mampu memberi jawaban yang utuh.
Hari ini, tanda-tanda keruntuhan kapitalisme mulai tampak nyata. Ibnu Khaldun, dalam Muqaddimah-nya, menyebut ada lima penyebab kehancuran suatu peradaban: korupsi moral, ketimpangan ekonomi, penindasan politik, hegemoni kekuasaan, dan ketidakmampuan menerima kritik. Kelima hal ini sedang kita saksikan hari ini, bahkan hampir merata di seluruh dunia.
Bencana kemanusiaan terus terjadi, baik dalam bentuk perang, kemiskinan ekstrem, krisis pangan, hingga kerusakan lingkungan yang kian mengancam generasi mendatang. Sistem yang ada saat ini lebih sibuk melayani segelintir elite, dan lupa pada suara mayoritas rakyat dunia. Di sinilah banyak yang mulai melihat Islam bukan sekadar agama, melainkan sebagai tawaran peradaban yang komprehensif.
Islam Bukan Hanya Solusi, Tapi Sistem
Islam bukan tambalan moral bagi lubang-lubang kapitalisme. Islam menawarkan sistem hidup yang berdiri di atas fondasi wahyu, bukan hawa nafsu. Ekonomi Islam melarang riba dan spekulasi, mendorong distribusi kekayaan lewat zakat dan warisan. Politik Islam menolak sekularisasi dan menjadikan hukum Allah sebagai sumber hukum tertinggi. Bahkan dalam sains dan teknologi, Islam menekankan etika dan kemaslahatan, bukan hanya profit.
Sejarah membuktikan, peradaban Islam pernah menjadi kekuatan dunia selama berabad-abad. Bukan hanya kuat secara militer, tapi juga unggul dalam ilmu, seni, tata kelola negara, dan peradaban kota. Baghdad, Kordoba, dan Kairo menjadi bukti gemilangnya masa lalu.
Tantangan Menuju Kebangkitan
Namun, pertanyaan sulit harus dihadapi: Bagaimana mungkin Islam bangkit sebagai peradaban baru jika umatnya terpecah, tertinggal, dan terjajah? Ini adalah krisis internal yang harus dijawab.
Umat Islam saat ini menghadapi problem identitas dan disorientasi ideologis. Nasionalisme memecah ukhuwah, sekularisme mengikis ruh syariah, dan budaya konsumtif menjauhkan umat dari misi peradaban. Maka, langkah awalnya adalah tajdid (pembaruan) bukan hanya pada semangat, tapi juga pada sistem berpikir dan sistem hidup.
Kebangkitan Islam sebagai peradaban bukan berarti menyingkirkan yang lain secara koersif, melainkan menghadirkan alternatif yang unggul—yang bisa menarik umat manusia secara sukarela karena keadilannya, bukan karena kekuatan senjata.
Kembali ke Inti: Islam sebagai Rahmat bagi Dunia
Islam tidak menawarkan peradaban untuk umat Islam saja. "Wa mā arsalnāka illā raḥmatan lil-‘ālamīn" — Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Di sinilah letak keunggulan Islam: ketika peradaban lain dibangun atas kepentingan ras dan bangsa, Islam membangun tatanan hidup atas dasar tauhid dan keadilan universal.
Tentu, membangun peradaban bukan pekerjaan semalam. Tapi ini bukan mimpi utopis. Sejarah telah membuktikan. Dunia menanti model baru yang menyelamatkan bumi dari kerakusan, manusia dari keterasingan, dan masa depan dari kehancuran.
Dunia Sedang Berubah, Apakah Islam Siap Menggantikan Peradaban Lama?
Perubahan adalah satu-satunya hal yang tidak pernah berubah. Begitu kata para filsuf. Sejarah mencatat, peradaban-peradaban besar lahir, berjaya, lalu jatuh satu per satu. Tak ada yang abadi dalam panggung sejarah dunia. Bangsa-bangsa besar seperti Yunani, Romawi, Persia, bahkan Barat hari ini—semuanya pernah ada di puncak, lalu perlahan tergantikan oleh kekuatan baru.