Mohon tunggu...
Maman Abdullah
Maman Abdullah Mohon Tunggu... Pengasuh Tahfidz | Penulis Gagasan

Magister pendidikan, pengasuh pesantren tahfidz, dan penulis opini yang menyuarakan perspektif Islam atas isu sosial, pendidikan, dan kebijakan publik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

King Dolar Goyah, Dunia Butuh Sistem Uang yang Adil: Saatnya ke Emas dan Perak

28 Juli 2025   19:16 Diperbarui: 21 Agustus 2025   10:50 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dominasi dolar Amerika Serikat sebagai mata uang global kini sedang diuji dari berbagai arah. Sebagaimana diberitakan CNBC Indonesia (26/7/2025), negara-negara besar dunia sedang menjalankan revolusi mata uang global. King Dollar dihantam dari segala sisi—baik oleh kekuatan ekonomi timur seperti China dan Rusia, maupun oleh inovasi teknologi digital seperti mata uang digital bank sentral (CBDC).

Negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) mendorong dedollarisasi dan mulai menggunakan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan internasional. Tak hanya itu, sanksi ekonomi sepihak yang sering dikeluarkan Amerika Serikat memicu banyak negara untuk mencari alternatif yang lebih independen. Dunia perlahan bergerak menuju sistem multipolar, meninggalkan ketergantungan terhadap satu mata uang global.

Namun ada satu masalah fundamental yang jarang dibahas secara serius: meskipun mata uang dolar digoyang, alternatif yang sedang dibangun tetap berada dalam sistem yang sama—fiat money. Entah itu yuan, rubel, euro, atau bahkan versi digital mereka, semuanya tidak berbasis pada nilai intrinsik. Mereka tetap bisa dicetak seenaknya dan rentan terhadap manipulasi serta inflasi. Kita hanya mengganti aktor dominan, tetapi tetap berada dalam panggung yang rapuh.

Dunia Butuh Sistem Uang yang Stabil dan Adil
Ketika ekonomi dunia terus goyah oleh krisis berulang, sudah waktunya dunia membuka kembali lembaran sejarah. Bukan sekadar berpindah dari dolar ke yuan, tetapi berpindah dari fiat money menuju mata uang yang memiliki nilai riil: emas dan perak.

Sistem uang berbasis emas (dinar) dan perak (dirham) bukan hal baru. Justru sebaliknya, ia telah digunakan sejak ribuan tahun sebelum masehi oleh berbagai peradaban: Mesir Kuno, Yunani, Romawi, Persia, dan kemudian disempurnakan oleh peradaban Islam.

Dalam Islam, dinar dan dirham adalah mata uang resmi. Rasulullah ﷺ melakukan transaksi dengan dinar dan dirham. Bahkan, dalam banyak hukum zakat, diyat, dan mahar, standar emas dan perak digunakan. Ini menunjukkan bahwa emas dan perak bukan hanya warisan sejarah, tapi juga bagian dari sistem ekonomi yang divine—ilahi dan adil.

Kenapa Emas dan Perak?
1. Memiliki Nilai Intrinsik
Tidak seperti uang kertas yang hanya bernilai karena “kepercayaan,” emas dan perak bernilai karena substansinya. Nilainya tidak bisa dicetak atau dimanipulasi oleh bank sentral mana pun.
2. Anti-Inflasi
Selama ratusan tahun, 1 dinar emas tetap bisa membeli seekor kambing. Bandingkan dengan uang kertas yang nilainya terus menurun dari tahun ke tahun.
3. Tahan Krisis
Dalam berbagai krisis ekonomi besar, orang kembali mencari emas dan perak sebagai pelindung kekayaan (safe haven). Itu pertanda kepercayaan terhadap logam mulia tetap kuat, bahkan di saat sistem fiat runtuh.
4. Selaras dengan Syariat
Islam mengharamkan riba, penipuan, dan manipulasi moneter. Sistem dinar-dirham menjauhkan umat dari praktik semacam itu karena tidak membuka ruang untuk pemalsuan nilai uang.

Alternatif untuk Dunia dan Umat Islam
Negara-negara Islam seharusnya tidak sekadar ikut arus dedollarisasi, tetapi memimpin solusi sistemik. Sudah saatnya dunia Islam membangun sistem keuangan dan perdagangan berbasis dinar-dirham, seperti yang telah digagas oleh beberapa ekonom Muslim dan gerakan ekonomi syariah sejati.

Lebih dari sekadar nostalgia sejarah, ini adalah roadmap menuju sistem ekonomi tanpa riba, tanpa inflasi buatan, dan tanpa dominasi negara adidaya.

Penutup: Revolusi Harus ke Akar Masalah
Mengganti dolar dengan yuan bukan solusi sejati jika kita masih terjebak dalam sistem fiat. Dunia tidak hanya butuh mata uang baru, tapi sistem baru yang adil, stabil, dan selaras dengan fitrah ekonomi manusia. Dan sejarah telah membuktikan: emas dan perak-lah jawabannya.

Jika kita benar-benar ingin mewujudkan keadilan ekonomi global, maka revolusi moneter sejati adalah kembali ke sistem uang emas dan perak—bukan sekadar mengganti dominasi dolar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun