Hmmm... rasanya seperti tertampar! Saya pun minta ampun sama Tuhan betapa saya tidak punya kasih bahkan terhadap pasangan saya yang sangat sabar itu.Â
Itu yang membuat saya untuk sabar dan mau memaafkan seperti dia pun memaafkan saya.Â
Untuk apa juga saya kesal hanya gara-gara handuk berserakan? Atau marah karena telpon tak diangkat? Rasanya saya yang terlalu ego mengukur pasangan dengan ukuran yang saya pakai. Marah boleh, kesal boleh, kecewa boleh, tapi tak perlu semua itu disimpan tapi dikomunikasikan dan dimaafkan.Â
Ketika kesalahan kecil-kecil disimpan, suatu saat itu akan semakin membesar dan mungkin juga untuk dibesar-besarkan. Padahal sesuatu yang tidak baik itu berasa pahit dalam hati. Yang namanya pahit akan meracuni hati dan tubuh. Pastinya bukan saja cinta yang hilang, namun damai dan sukacita dalam rumah tangga.
Dengan memaafkan, saya lebih damai dan bahagia dalam kondisi apapun dalam pernikahan. Tentu ini bukanlah suatu peristiwa, namun sebuah proses yang akan terus berjalan selama hidup.
Jika saja bisa menemui pastor itu, saya akan berterima kasih padanya untuk pesan "aneh"nya.Â
Sayang, saya tak lagi bisa bertemu pastor tersebut. Tapi ngomong-ngomong nama pastor itu sekarang adalah juga nama anak saya.
Hmmm.. tak ada yang kebetulan di dunia ini karena penyelenggaran Allah selalu ada dalam hidup kita. Sekian. Semoga bermanfaat.
Salam hangat,
MomAbel