Kemarin, dunia telah diingatkan dengan adanya hari membaca sedunia. Di mana hari itu adalah momen yang amat baik untuk mengingatkan kita betapa dunia membaca adalah sesuatu yang mesti dicintai, diwariskan, dan semestinya digalakkan bagi semua kalangan.
Menggalakkan hobi atau gemar membaca bisa dimulai dari diri sendiri, bisa dimulai dengan bacaan ringan yang tersedia di rak-rak buku. Namun, jika buku-buku tersebut belum tersedia, membaca bisa dimulai dengan membuka situs atau bahan bacaan daring yang dengan modal kuota kita semua bisa menikmati bacaan digital. Baik yang berbayar maupun free atau gratis.
Bacaan yang semula menuntut kita dengan membeli buku atau meminjam di perpustakaan daerah yang saat ini sudah tersedia pula di perpustakaan desa seperti di mana kami tinggal, ternyata di dalamnya begitu banyak hal-hal yang bermanfaat dan memperluas cakrawala berpikir. Semula yang hanya media cetak, saat ini sudah banyak yang berbentuk digital. Mudah diakses dan tentu beraneka genrenya.
Bahkan bukan hanya cakrawala berpikir, karena di dalam bacaan tersebut banyak hal yang bisa kita pelajari dan sekaligus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika pembacanya anak-anak sekolah, tentu di sana akan banyak ditemukan genre anak-anak, baik fiksi maupun non fiksi.Â
Begitu pula bagi para orang tua atau pendidik sekalipun, dalam perpustakaan sekolah sudah berjajar buku-buku dengan multi genre yang siap menjamu pembacanya dengan sajian informasi yang tentu saja bermanfaat.
Namun demikian, kita mesti terus bersifat kritis dan mewaspadai, bahwa dalam lembaran-lembaran tulis buku cetak atau lembaran-lembaran digital tentu ada beberapa bacaan yang tak layak dibaca karena berunsur kekerasan bagi anak-anak, pedofilia, kelainan seksual, dan aneka bacaan yang berunsur teroris, dan tentu saja bisa membahayakan karakter pembaca dalam tanda kutip bagi anak-anak yang belum memahami apa yang dibaca.
Selain bahaya itu bisa mengancam pembaca di rentang anak-anak, kelompok dewasa pun bisa menjadi korban dari bacaan yang jauh dari kata mendidik tadi.
Sebut saja buku-buku aliran garis keras atau radikalis yang turut menyumbang aneka teror dan kekerasan di kalangan umat Islam. Mungkin bagi sebagian pembaca bisa memilah dan memilih apakah bacaan itu layak diikuti karena pemahaman yang sudah mapan, tapi bagi pembaca yang awam, tentu ajaran radikalisme itu mesti dijauhi.Â
Ketika Lembar demi Lembar Bisa Mengubah Dunia (dan Diri Sendiri)
Membaca sering disebut sebagai jendela dunia. Buku dipuja sebagai sumber ilmu, inspirasi, dan pencerahan. Namun, dalam bayang-bayang pujian itu, jarang dibahas bahwa aktivitas membaca juga memiliki "bahaya" tersendiri. Bahaya ini bukan berarti membaca harus dihindari, melainkan kita harus menyadari sisi lain dari membaca yang bisa berdampak negatif jika tidak disikapi dengan bijak.
Seperti pernah dirilis oleh Kompas.com hasil tulisan dari Muhammad Yusuf Elbadri dengan judul artikel Buku dan Terorisme, menyebutkan bahwa:Â