Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perang Laut Vietsel-Tiongkok di LTS 1974 untuk Memperebutkan Kembali Kepulauan Xisha dari Vietsel

3 Desember 2020   14:58 Diperbarui: 3 Desember 2020   15:02 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, para nelayan tidak hanya membantu Wei Mingsen menyelesaikan tugasnya, tetapi juga memberikan kejutan yang tidak terduga.

Sebelumnya, Vietnam Selatan telah sepenuhnya menduduki Kepulauan Dongsan di Kepulauan Xisha dan mengirim kapal perang untuk mengganggu para nelayan Tiongkok.

Perseteruan Vietnam dan Tiongkok bisa kita lacak klaim mereka di Kepulauan Xisha (Paracel) hingga dinasti kekaisaran yang lama, akar dari perselisihan Tiongkok-Vietnam modern terletak pada tahun 1930-an dari ambisi kolonial Prancis.

Prancis sebagai kekuatan kolonial di Vietnam sejak 1858, menetapkan klaimnya atas Paracel (Xisha) dan Kepulauan Spratly (Nansha) di dekatnya pada tahun 1932, tetapi pada awalnya tidak khawatir untuk benar-benar menduduki mereka. Itu berubah pada tahun 1937 ketika perang Jepang dengan Tiongkok pecah, dimulai pada tahun 1931 dengan direbutya Manchuria oleh Jepang terus meningkat ketika Jepang semakin jauh ke Tiongkok. Prancis, khawatir bahwa Tiongkok atau Jepang mungkin akan merebut pulau-pulau itu, menempatkan garnisun Prancis-Vietnam yang terdiri dari sekitar 100 orang di Pulau Woody (Yongxing) pada tahun 1938 sebagai penyangga untuk memperluas perimeter pertahanan koloni Indochina Prancis.

Otoritas Inggris mendorong tindakan Prancis karena tindakan itu juga memperluas perimeter pertahanan koloni Inggris di Malaya. Kedua negara percaya bahwa perang Jepang dengan Tiongkok hanyalah langkah awal menuju penyitaan koloni Eropa di Asia Tenggara. Tetapi alih-alih menghalangi langkah Jepang ke Laut Tiongkok Selatan (LTS), pendudukan Prancis di Paracel (Xisha) memprovokasi Jepang, yang mendaratkan unit infanteri angkatan laut kecil di Pulau Woody (Yongxing) pada tahun 1938 hanya beberapa bulan setelah pendudukan Prancis. Garnisun Prancis menyerah tanpa perlawanan. Jepang mencaplok pulau Paracel/Xisha dan Spratly/Nansha pada tahun 1941, mengklaim bahwa mereka adalah bagian dari Taiwan yang diduduki Jepang.

Setelah bom atom AS dijatuhkan pada 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang mulai memindahkan pasukannya dari pulau-pulau tersebut, menyelesaikan penarikan pada akhir Agustus. Pemerintah Kuomintang Tiongkok Nasionalis (Republik Nasionalis Tiongkok) menduduki Grup dua bulan kemudian dan menempatkan garnisun di Pulau Yongxing (Woody) pada Januari 1946. Prancis, setelah gagal mengusir Tiongkok Nasionalis dari Grup Amphitrite dalam unjuk kekuatan angkatan laut, mengajukan klaim kepada Grup Bulan Sabit dan mendaratkan satu peleton Legiun Asing di Pulau Pattle (P. Shanhu) kepulauan kelompok tersebut untuk mencegah pendudukan Tiongkok.


Pemerintah Tiongkok Nasionalis mengulangi klaimnya atas seluruh Laut Tiongkok Selatan (LTS) pada tahun 1947, mengeluarkan peta yang menempatkan klaim teritorialnya di dalam "garis sembilan-putus" di tepi luar laut. Pada tahun 1949, pasukan Komunis Tiongkok mendorong pemerintah Tiongkok Nasionalis ke Taiwan. Jepang melepaskan klaimnya atas semua pulau LTS pada Konferensi Perdamaian San Francisco 1951 tetapi tidak menyerahkan kendalinya secara khusus kepada penggugat lain, membiarkan kepemilikan pulau itu tidak terselesaikan. Republik Rakyat Tiongkok menganggap klaim LTS pemerintah Nasionalis (Taiwan) sebagai miliknya.

Vietnam Selatan, bagaimanapun, menduduki Grup Bulan Sabit pada tahun 1954 dan menempatkan garnisun kecil di tiga pulau (Pulau Shanhu, Pulau Ganquan, dan Pulau Jinyin). Tiongkok menguasai Kep. (Yongxing Amphitrite Group dan Woody Island) pada tahun 1956. Nelayan Tiongkok mendarat di Pulau Chenhang (Pulau Duncan) termasuk dalam Kep. Xiasha (Crescent Group) pada tahun 1959, tetapi pemerintah Vietnam Selatan mengusir mereka.

Saat pertempuran dalam Perang Vietnam meningkat, Vietsel (Saigon) yang yakin akan dukungan AL-AS menarik garnisun pulau mereka. Pada tahun 1967, kehadiran Vietsel telah dikurangi menjadi satu stasiun layanan cuaca. Tiongkok sepertinya menerima status quo.

Dua perkembangan di tahun 1970-an mengubah dinamika di LTS. Laporan tentang potensi cadangan minyak di wilayah tersebut muncul pada pertengahan tahun 1972, dan Kesepakatan Perdamaian Paris bulan Januari 1973 mengakhiri keterlibatan militer AS di Vietnam. Para pemimpin Asia tiba-tiba melihat sengketa LTS tidak hanya sebagai masalah politik dan administrasi tetapi juga sebagai masalah pembangunan ekonomi.

Oleh karena itu, sebelum Wei Mingsen tiba, para nelayan juga melakukan beberapa investigasi. Setelah pengintaian, situasi saat itu adalah Tiga Pulau Timur, hanya P. Shanhu, P. Jinyin yang memiliki benteng dan garnisun Vietsel, garnisunnya sekitar 70 hingga 80 orang, tetapi pasukannya banyak merokok, bermain kartu, dan terlihat tidak disiplin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun