Mohon tunggu...
Mail Ismail
Mail Ismail Mohon Tunggu... Guru SMAN 1 Sariwangi dan Magister Pendidikan Sosiologi UPI

Guru Muda Sosiologi yang terus muda dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merayakan Kemerdekaan ke-79: dari Kacamata Sosiologis

17 Agustus 2024   13:01 Diperbarui: 17 Agustus 2024   13:07 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usia 79 tahun, jika disamakan dengan umur manusia, adalah masa kedewasaan yang seharusnya penuh dengan kebijaksanaan, stabilitas emosional, dan pencapaian yang matang. Namun, ketika kita berbicara tentang usia ini dalam konteks kemerdekaan Indonesia, pertanyaan mendasar muncul: sejauh mana bangsa kita telah mencapai kematangan dalam aspek sosial, politik, dan budaya? Apakah perayaan kemerdekaan yang meriah setiap tahun benar-benar mencerminkan substansi dari makna kemerdekaan itu sendiri, atau hanya sebuah ritual yang semakin menjauh dari realitas sehari-hari rakyat Indonesia?

Konteks Sosial dan Budaya dalam Kemeriahan Kemerdekaan

Setiap tanggal 17 Agustus, hampir seluruh penjuru Indonesia dihiasi dengan kemeriahan yang luar biasa. Perlombaan, upacara, dan berbagai acara budaya menjadi simbol dari kebanggaan nasional dan identitas kolektif. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa semangat kebangsaan masih hidup dan berkembang dalam masyarakat kita. Tradisi ini, yang diwariskan dari generasi ke generasi, mencerminkan kekayaan budaya yang menjadikan Indonesia begitu unik dan beragam.
Namun, dari perspektif sosiologi, kita perlu menelusuri lebih dalam, apakah kemeriahan ini benar-benar mewakili kondisi sosial masyarakat Indonesia secara keseluruhan? Ketimpangan ekonomi, diskriminasi, dan ketidaksetaraan masih menjadi bagian dari wajah Indonesia hari ini. Di berbagai pelosok negeri, masih banyak rakyat yang berjuang untuk mendapatkan akses dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi yang layak. Dalam konteks ini, kemeriahan peringatan kemerdekaan bisa saja dipandang sebagai paradoks, di mana simbol kebersamaan dan kemerdekaan tidak selalu sejalan dengan realitas kehidupan sehari-hari.
Perayaan yang meriah bisa saja menjadi alat untuk menyatukan masyarakat dalam kebanggaan nasional, tetapi juga berpotensi untuk menutupi problematika sosial yang mendasar. Seberapa banyak dari kita yang merayakan kemerdekaan sambil memikirkan mereka yang masih tertinggal dalam pembangunan? Apakah kemerdekaan yang kita rayakan benar-benar inklusif, atau hanya dirasakan oleh sebagian kecil masyarakat yang berada dalam posisi yang lebih beruntung?

Polemik Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan Kesenjangan Sosial

(Dalam https://www.bbc.com/indonesia/articles/czxlge0xqw2o) Tahun ini, peringatan kemerdekaan diwarnai dengan kontroversi terkait pelaksanaan upacara kenegaraan di Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah proyek ambisius yang dianggap sebagai tonggak sejarah baru bagi Indonesia. Pembangunan IKN tidak hanya dianggap sebagai simbol dari modernisasi dan kemajuan, tetapi juga sebagai manifestasi dari cita-cita besar untuk memajukan Indonesia di panggung global.
Namun, di balik kemegahan upacara dan proyek ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah semua ini benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat Indonesia? Dari perspektif sosiologi pembangunan, pengeluaran besar-besaran untuk upacara dan infrastruktur megah di IKN bisa dipandang sebagai bentuk kesenjangan yang semakin menganga antara pusat dan daerah. Di tengah tantangan ekonomi yang kian berat dan kebutuhan dasar yang belum terpenuhi di banyak wilayah, proyek-proyek besar seperti ini bisa menimbulkan ketidakpuasan sosial dan mempertajam ketimpangan yang ada.
IKN, meski dicanangkan sebagai simbol kemajuan, harus dilihat dengan kacamata kritis. Seberapa relevan pembangunan ibu kota baru ini bagi masyarakat yang masih bergulat dengan masalah-masalah dasar seperti akses air bersih, listrik, dan pendidikan? Apakah proyek ini benar-benar untuk semua rakyat Indonesia, atau hanya untuk kepentingan elite tertentu yang ingin meninggalkan jejak sejarah mereka?

Menghadapi Usia Matang: Mewujudkan Makna Sejati Kemerdekaan

Indonesia di usia 79 tahun berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, ada banyak yang bisa dibanggakan: stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat, dan keberagaman budaya yang tetap menjadi daya tarik global. Namun, di sisi lain, kita harus menghadapi kenyataan bahwa banyak cita-cita kemerdekaan yang belum sepenuhnya terwujud.
Sebagai bangsa yang seharusnya telah matang, Indonesia perlu lebih berani dalam mengoreksi diri. Perayaan kemerdekaan bukan hanya soal nostalgia atau euforia sesaat, tetapi juga harus menjadi momentum refleksi yang mendalam. Sejauh mana kita telah memanfaatkan kemerdekaan ini untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera? Sejauh mana kita mampu menghormati perbedaan, memperjuangkan kesetaraan, dan menghapuskan diskriminasi?
Budaya masyarakat Indonesia yang terkenal dengan gotong royong dan kebersamaan harus terus dijaga, namun perlu diimbangi dengan kesadaran kritis akan ketimpangan dan ketidakadilan yang masih ada. Pembangunan infrastruktur megah seperti IKN harus diikuti dengan upaya nyata untuk mengurangi kesenjangan sosial dan memastikan bahwa setiap warga negara merasakan manfaat dari kemerdekaan yang dirayakan.
Pada akhirnya, usia 79 tahun harus menjadi titik tolak untuk membangun Indonesia yang lebih matang secara sosial dan budaya, bukan hanya secara fisik. Hanya dengan refleksi mendalam dan tindakan nyata, kita bisa memastikan bahwa kemerdekaan yang kita rayakan setiap tahun benar-benar bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun