Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia, 4 Potensi "Badai" di Penghujung Tahun

8 Desember 2020   16:26 Diperbarui: 8 Desember 2020   16:29 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi badai (KOMPAS/AGUS SUSANTO) 

Itu harapan dan doa kita semua. Namun, jangan sampai euforia vaksin justru membuat kita lupa diri. Adanya vaksin bukan berarti kita akan bisa  hidup secara normal lagi. Protokol kesehatan tetap harus diterapkan, ada atau tidaknya vaksin. Apalagi jumlah vaksin juga terbatas, dan tidak mungkin seluruh masyarakat bisa tervaksinasi dalam waktu dekat.

Bahkan, keberadaan vaksin ini berpotensi menjadi badai baru bagi negara, jika tidak ditangani dengan baik. Proses vaksinasi yang terkait dengan transportasi, distribusi, dan penyuntikan vaksin itu sendiri mungkin bisa menjadi konflik baru di masyarakat. Selama setiap masyarakat tidak mendapatkan akses yang sama, meskipun vaksinasi akan diatur dengan aturan jelas, tetap saja ada yang tidak akan menerima.

Kedua, badai pemilihan kepala daerah (pilkada). Besok (9/12/2020) sebanyak 224 kabupaten, 37 kota dan 9 provinsi di Indonesia akan mengadakan pilkada serentak. Pilkada kali ini memang berbeda. Dari awal masa kampanye tak ada riuhnya kampanye terbuka yang biasa kita lihat pada pilkada-pilkada yang lalu. 

Kampanye terbuka digantikan dengan kampanye melalui digital dan virtual. Yang masih sama terlihat hanyalah banyaknya spanduk dan baliho yang mengajak masyarakat memilih salah satu pasangan calon (paslon).

Seperti halnya pilkada-pilkada sebelumnya, hajatan pemerintah ini selalu berpotensi menjadi badai besar bagi daerah yang mungkin akan dirasakan juga di pusat. Jarang sekali ada paslon yang mau mengalah begitu saja di pilkada. Apalagi jika dukungan partai politik pengusungnya besar, sengketa pilkada mungkin saja terjadi dan bisa memakan waktu berlarut-larut.

Pilkada di masa pandemi akan lebih rentan dan berpotensi disengketakan. Baik dari sisi pengawasan maupun dari sisi partisipasi masyarakat. Kemungkinan besar angka partisipasi pilkada akan menurun. Hal ini akan menyebabkan pilkada akan menjadi kurang sehat dan rentan untuk disengketakan.

Ketiga, badai korupsi. Dua minggu terakhir, beberapa pejabat publik tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dua di antaranya menteri yang menjabat aktif di kabinet. 

Keadaan diperparah dengan kasus korupsi yang terjadi pada masa darurat pandemi. Kedua menteri disinyalir telah merugikan masyarakat kecil yang sedang babak belur dihantam resesi. Saking marahnya masyarakat, wacana hukuman mati dimunculkan. Perdebatan terjadi, ada yang setuju, ada yang tidak, ada yang berkata mungkin, ada yang berkata tidak mungkin dilakukan.

Yang jelas, kasus korupsi ini berpotensi menjadi badai yang berkelanjutan. Bahkan, efeknya mungkin akan terus terasa sampai akhir masa kerja kabinet yang ada saat ini. Pastinya, kasus ini akan selalu diungkit oleh oposisi yang mengejar suara di pemilihan tahun 2024 yang akan datang. Sebuah kerja berat bagi presiden Jokowi untuk bisa meredakan potensi badai korupsi ini.

Keempat, badai Habib Rizieq Shihab (HRS). Semenjak kedatangannya kembali ke Indonesia, HRS selalu menjadi perbincangan publik. Karena kevokalan HRS dalam mengkritik pemerintah membuat HRS dan para pendukungnya selalu dibenturkan dengan pemerintah.

Dimulai dari kasus penyambutan HRS di bandara yang menyebabkan lautan manusia menyesaki bandara, kasus hajatan pernikahan dan Maulid Nabi yang ditengarai melanggar protokol kesehatan, dan terkait misteri hasil pemeriksaan swab test HRS di salah satu rumah sakit swasta di Bogor yang juga menuai polemik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun