Mohon tunggu...
Mahar Prastowo
Mahar Prastowo Mohon Tunggu... Ghostwriter | PR | Paralegal

Praktisi Media dan co-PR -- Pewarta di berbagai medan sejak junior sekira 31 tahun lalu. Terlatih menulis secepat orang bicara. Sekarang AI ambil alih. Tak apa, bukankah teknologi memang untuk mempermudah? Quotes: "Mengubah Problem Menjadi Profit" https://muckrack.com/mahar-prastowo/articles

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Triliuner yang Mengasingkan Uang: Ketika Nasionalisme Ditinggalkan di Bandara

13 April 2025   17:04 Diperbarui: 13 April 2025   17:04 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika ratusan juta dolar dipindahkan ke luar negeri, dampaknya langsung terasa: tekanan terhadap nilai tukar rupiah, terganggunya likuiditas, dan---pada akhirnya---pengurangan kapasitas negara untuk membiayai pembangunan. Apa yang disebut "flight to safety" oleh para konsultan keuangan, dalam kenyataannya adalah "flight from responsibility."

Mereka tidak melanggar hukum, tapi mereka meninggalkan kewajiban moral.


Siapa Mereka?

Bloomberg tidak menyebut nama. Tapi arah telunjuknya jelas: para pengusaha komoditas dan sektor keuangan, yang sudah fasih bermain di pasar global dan akrab dengan jalur-jalur gelap pemindahan kekayaan. Mereka adalah orang-orang yang menikmati surplus ekspor saat harga batu bara naik, tapi menyimpan keuntungannya di rekening luar negeri. Mereka menyambut baik insentif fiskal, tapi menghindari pajak lewat skema offshore yang rapi.

Ironisnya, nama-nama mereka mungkin terpajang di ruang-ruang CSR, masjid, universitas, bahkan partai politik. Tapi kontribusi mereka untuk stabilitas ekonomi nasional---nol besar.


Di Mana Negara?

Yang paling memprihatinkan: tidak ada reaksi keras dari pemerintah. Tak ada penyelidikan terbuka, tak ada inisiatif mengejar data lebih lanjut. Seolah negara sudah menyerah pada kekuasaan uang.

Padahal, kita bukan negara kecil. Kita punya UU Anti Pencucian Uang. Kita punya perjanjian pajak internasional (AEOI). Kita punya Bank Indonesia dan OJK. Tapi semua itu tidak berarti apa-apa jika tak digunakan untuk melawan fenomena seperti ini.

Kwik Kian Gie pernah berkata, "Ekonomi bukan sekadar angka. Ia adalah cermin dari pilihan politik dan nilai-nilai sosial yang kita anggap penting." Dan apa yang terlihat hari ini, adalah bahwa sebagian elite ekonomi kita telah memilih nilai yang bertentangan dengan cita-cita republik ini.


Jalan ke Depan

Negara harus berhenti menjadi penonton dalam drama pengasingan modal ini. Transparansi pajak harus ditingkatkan, data keuangan lintas negara harus ditindaklanjuti, dan yang paling penting: kita harus kembali menanamkan kesadaran bahwa kekayaan besar datang dengan tanggung jawab besar pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun