Sebelum direvitalisasi, Benteng Vredeburg hanya berupa ruangan-ruangan dengan diorama statis, patung lilin, dan label teks panjang yang jujur saja, dulu rasanya membosankan. Tapi kini, semuanya berbeda.
Ada empat ruang diorama sejarah. Dioramanya disulap menjadi instalasi digital yang interaktif. Ada layar sentuh, efek suara 3D, dan narasi pemandu virtual yang bisa diakses lewat QR code.
Ketika kami memasuki ruangan yang menggambarkan peristiwa 1 Maret 1949 misalnya, anak-anak bisa mendengar rekaman suara Soeharto muda memberi aba-aba serangan. Suara tembakan, sorakan, dan alarm membuat sejarah terasa sangat dekat.
"Ini kayak game sejarah ya, Bun!" kata putri saya yang duduk di bangku kelas 3 SD. Dan saya pun tersenyum. Museum ini berhasil menjembatani dunia digital anak-anak masa kini dengan akar sejarah bangsa.
Wisata malam di museum
Salah satu yang paling berkesan dari kunjungan malam ini adalah atmosfernya. Tidak ada kesan angker sama sekali. Justru suasana malam memberi sentuhan romantis dan reflektif.
Sambil menyusuri Bastion dan menatap bintang di langit, kita bisa membayangkan bagaimana benteng ini pernah menjadi tempat persembunyian, strategi, bahkan penyiksaan.
Jika lelah, pengunjung bisa beristirahat sejenak di Cafe Rustenburg yang kini menjadi bagian dari fasilitas baru di area museum. Menyeruput kopi lokal sembari duduk di bawah pohon tua yang diterangi lampu-lampu gantung, terasa seperti menikmati sejarah dengan cara yang santai.Â
Ada juga museum shop yang menjual merchandise unik bertema perjuangan nasional, mulai dari pin, tote bag, hingga replika meriam.
Edupark, Taman Patriot, dan ruang bermain anak
Revitalisasi museum ini bukan sekadar make-up luar. Isi dan fungsinya pun diperbarui total. Kini, Benteng Vredeburg juga memiliki edupark dan taman patriot, ruang terbuka hijau yang bisa jadi tempat belajar sambil bermain. Ada ruang anak di mana mereka bisa menggambar, bermain puzzle sejarah, dan berinteraksi dengan staf edukator yang ramah.Â