Di dekat area musala, ada taman bermain anak yang sangat cocok untuk mereka bermain, mulai dari seluncuran, monkey bar, jungkat-jungkit, ayunan, rumah kelinci untuk hide and seek, dan sebagainya.
Tidak ketinggalan, ada co-working space bagi pengunjung muda yang ingin bekerja sambil menikmati atmosfer sejarah. Museum ini seperti memeluk semua generasi, dari anak kecil yang ingin bermain, remaja yang ingin bikin konten-konten Instagramable, hingga orang tua yang ingin bernostalgia.
Jadwal dan Tiket Kunjungan
Museum Benteng Vredeburg kini buka setiap hari. Dari Senin hingga Kamis pukul 08.00-20.00 WIB, dan Jumat hingga Minggu pukul 08.00-22.00 WIB. Sesi siang pukul 08.00-16.00 WIB, sementara sesi malam 16.00-20.00 WIB.Â
Tiket masuknya pun masih sangat terjangkau. Untuk wisatawan domestik, harga tiketnya sekitar Rp15.000 pada hari kerja dan Rp20.000 pada akhir pekan dan hari libur nasional. Sementara itu, wisatawan mancanegara membayar Rp25.000 pada hari kerja dan Rp40.000 pada akhir pekan dan hari libur nasional.Â
Kami sangat menyarankan, jika ingin mendapatkan pengalaman maksimal, datanglah sekitar pukul 18.00, ketika langit mulai gelap dan lampu-lampu museum mulai menyala. Jangan lupa bawa kamera, karena banyak sudut fotogenik yang cocok untuk dijadikan konten.
Alunan Musik Klasik di Vredeburg
Puas berkeliling museum kami kembali menyusuri area bastion yang terletak di sisi timur museum, dekat tembok tinggi yang dulunya menjadi menara pengintai. Di sinilah langkah kami terhenti sejenak, karena terpesona oleh alunan musik yang mengalun lembut dari kejauhan.
Ternyata, di bawah lampu temaram dan rindangnya pepohonan tua, sekelompok pelajar dari Sekolah Menengah Musik (SMM) Yogyakarta tengah menggelar mini orkestra.
Dengan kostum formal dan alat musik gesek yang mengilap, mereka memainkan komposisi klasik dari Mozart, Beethoven, Johann Sebastian Bach, Joseph Haydn, hingga Frederic Chopin dan Antonio Vivaldi.
Alunan nada dari biola, cello, dan piano berpadu harmonis, menciptakan suasana syahdu yang nyaris tak bisa digambarkan dengan kata-kata. Di antara tembok benteng yang dulu menjadi saksi pertempuran, kini justru mengalun musik damai yang menjembatani masa lalu dan masa kini.
Seolah semesta sengaja mempertemukan dua dunia, yaitu derap kaki para pejuang di masa lalu, dan langkah lembut anak-anak bangsa yang kini merayakan kemerdekaan dengan harmoni.