Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Sisi Lain Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta di Balik Senja

2 Juli 2025   13:19 Diperbarui: 14 Agustus 2025   11:33 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelang senja di Benteng Vredeburg (Foto: Docpri)
Jelang senja di Benteng Vredeburg (Foto: Docpri)

Suasana magis di Benteng Vredeburg (Foto: Docpri)
Suasana magis di Benteng Vredeburg (Foto: Docpri)

Sejarah yang tak lekang oleh waktu

Sejarah berdirinya Benteng Vredeburg tak bisa dipisahkan dari momen penting kelahiran Kasultanan Yogyakarta. Ketika Sri Sultan Hamengku Buwono I mulai membangun kraton pada 9 Oktober 1755, kawasan itu perlahan tumbuh menjadi pusat kekuasaan yang megah.

Setelah kraton berdiri, menyusul dibangun pula bangunan pendukung seperti Pasar Gedhe, Masjid Agung, alun-alun, hingga sistem tata kota yang tertata rapi.

Kemajuan kraton yang begitu pesat rupanya memicu kekhawatiran Belanda. Mereka mulai merasa bahwa kekuasaan Sultan yang semakin menguat bisa menjadi ancaman di kemudian hari. Maka, dengan dalih menjaga keamanan kraton dan sekitarnya, Belanda mengusulkan pembangunan sebuah benteng di dekat kraton.

Namun tentu saja, alasan itu hanyalah taktik diplomasi. Tujuan utama mereka bukan melindungi Sultan, melainkan mengawasi setiap gerak-geriknya.

Letak benteng yang hanya sejauh tembakan meriam dari kraton, serta posisinya yang menghadap langsung ke jalan utama menuju pusat kerajaan, memberi sinyal kuat bahwa benteng ini adalah simbol kontrol, intimidasi, dan siap digunakan untuk serangan bila sewaktu-waktu Sultan membangkang.

Pembangunan awal dimulai tahun 1760, tapi bentuknya masih sederhana. Belanda belum puas. Pada tahun 1767, Gubernur Pantai Utara Jawa yang berkedudukan di Semarang meminta izin kepada Sultan agar benteng diperkuat.

Permintaan itu dikabulkan, dan di bawah pimpinan Gubernur Johannes Sioeberg, benteng rampung dibangun pada 1787, dengan nama Rustenburgh yang berarti "tempat istirahat."

Ironis memang. Nama yang adem, tapi maksudnya strategis. Rustenburgh kemudian berkembang pesat. Namun, Gempa besar yang mengguncang Yogyakarta pada tahun 1867 merusak sebagian bangunannya. Setelah dilakukan pemugaran di masa pemerintahan Herman Willem Daendels, nama benteng pun diubah menjadi Vredeburg, yang berarti "perdamaian."

Saat Jepang masuk tahun 1942, benteng digunakan sebagai kamp tahanan dan markas Kempetai. Lalu ketika Indonesia merdeka, dan Belanda kembali menyerang dalam Agresi Militer II, benteng ini menjadi target utama Serangan Umum 1 Maret 1949. Tembok-tembok ini pernah menyimpan senjata, strategi perang, bahkan harapan kemerdekaan.

Lingkungan Benteng Vredeburg yang memiliki berbagai fungsi pada zaman perang kemerdekaan (Foto: Docpri)
Lingkungan Benteng Vredeburg yang memiliki berbagai fungsi pada zaman perang kemerdekaan (Foto: Docpri)

Benteng Vredeburg dibangun dengan maksud tersembunyi Belanda (Foto: Docpri)
Benteng Vredeburg dibangun dengan maksud tersembunyi Belanda (Foto: Docpri)

Diorama yang kini lebih hidup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun