Mohon tunggu...
M TauhedSupratman
M TauhedSupratman Mohon Tunggu... Dosen

Saya suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Malu dan Kemaluan: Sebuah Tinjauan Bahasa

20 September 2025   02:00 Diperbarui: 20 September 2025   02:00 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika seekor kucing bersembunyi saat ketahuan mencuri ikan, atau anjing menunduk setelah dimarahi, apakah itu tanda malu? Secara ilmiah, perilaku ini lebih terkait dengan insting menghindari ancaman atau hukuman, bukan kesadaran moral. Binatang tidak memiliki konsep sopan-santun atau aib seperti manusia. Yang mereka miliki adalah mekanisme bertahan hidup: takut pada yang lebih kuat, menghindari konflik, atau menuruti hierarki sosial dalam kelompoknya.

Jadi, "malu-malu kucing" sebenarnya hanya metafora manusia yang memproyeksikan perasaannya ke binatang. Kucing tidak malu dalam arti manusiawi; ia hanya berhati-hati atau menunggu kesempatan.

UAS menyebut "malu adalah cabang dari iman", merujuk pada hadis yang menekankan rasa malu sebagai bagian dari akhlak baik dalam Islam. Pertanyaannya: jika binatang bisa malu, apakah mereka juga beriman?

Dalam teologi Islam, iman terkait dengan kesadaran akan Tuhan, hukum syariat, dan pertanggungjawaban di akhirat---hal-hal yang hanya dimiliki manusia. Binatang tidak diberi taklif (beban hukum), tidak punya akal untuk memilih antara benar dan salah, dan hidup murni berdasarkan naluri. Jadi, meski mereka mungkin terlihat seperti punya malu, itu bukan malu yang lahir dari iman, melainkan insting alami.

Lalu, Mengapa Kita Mengatakan "Malu-Malu Kucing"? Ini murni gaya bahasa. Manusia sering memberi atribut emosi pada binatang untuk membuat deskripsi lebih hidup. Contoh lain: "kucing galak" (padahal ia hanya defensif), atau "merpati setia" (padahal ia sekadar mengikuti pola kawin alami).

"Malu-malu kucing" bukan bukti binatang punya rasa malu, apalagi iman. Itu hanya cara manusia memahami dunia dengan kacamata sendiri---kadang terlalu manusiawi dalam memandang makhluk lain.

Binatang tidak punya rasa malu seperti manusia, karena malu dalam arti sejati terkait dengan kesadaran moral, norma sosial, dan keimanan. Perilaku mereka yang terlihat seperti malu hanyalah bentuk adaptasi insting. Ungkapan "malu-malu kucing" adalah personifikasi, bukan fakta biologis.

Jadi, jika ada yang mengatakan "kucing malu berarti mereka beriman", itu hanya tafsir yang terlalu jauh. Iman adalah hakikat manusiawi, sementara binatang hidup di dunia yang lebih sederhana: tanpa dosa, tanpa pahala, dan tanpa beban untuk merasa malu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun