Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Teana - Yareakh (Part 39)

24 Juni 2019   15:07 Diperbarui: 24 Juni 2019   15:24 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang telah direncanakan, Yodh melakukan penyerangan ke Kota Hegra. Malam itu adalah malam bulan purnama. Langit Kota Hegra sangat cerah. Bulan bersinar terang dikelilingi ribuan bintang. Dalam terang cahaya bulan, Teana dan para penduduk Kota Hegra tengah bersiap siaga di gerbang kota dan beberapa tempat lainnya. Teana telah memastikan bahwa malam ini Bangsa Bawah akan melakukan penyerangan ke Kota Hegra. Sesuai dengan apa yang telah dikatakan oleh Dalath kepadanya bahwa malam ini bertepatan dengan malam Yareakh. Malam bulan purnama. Malam dimana Bangsa Bawah berada dalam keadaan memiliki kekuatan yang sempurna.

Tepat tengah malam, bintang-bintang berubah warna menjadi gelap. Sorot cahaya hitam bertebaran di langit Kota Hegra. Teana tahu bahwa itu adalah pertanda kedatangan Bangsa Bawah.

"Siapkan pasukanmu Galata. Mereka telah datang." ucap Teana sambil memandang langit Kota Hegra.

Teana dan pasukannya memakai jubah putih. Lengkap dengan perisai dan pedang di tangan. Beberapa orang membawa obor-obor di tangan. Penduduk yang lainnya bertugas menjaga nyala obor di tendanya masing-masing agar tidak padam. Suasana malam itu seperti sore menjelang petang. Sangat terang.

Dari kejauhan nampak bola-bola hitam berjatuhan. Tak lama kemudian keluarlah asap hitam lalu lenyap. Teana dilanda kebingungan. Ia tidak mengetahui musuh seperti apa yang ia hadapi. Otaknya tak berhenti berpikir. Bola-bola hitam itu makin lama makin banyak. Asap hitam saling bermunculan lalu lenyap tak berbekas. Dalam kebingungannya, muncullah suara Dalath.

"Kiy Lekha Hammam'lakhah,

Ve'hag Ge'vurah Ve'hat Tiph'eret"

Teana teringat mantra itu, mantra untuk melihat Bangsa Bawah. Ia lalu menirukannya pelan-pelan.

"Kiy Lekha Hammam'lakhah,

Ve'hag Ge'vurah Ve'hat Tiph'eret"

      Seketika itu juga nampaklah puluhan Bangsa Bawah dalam wujud halus mereka. Manusia setengah ular. Dengan lidah mendesis-desis dan tombak di tangan, mereka serempak berlari kearah pasukan Teana. Serangan pun dimulai.

"Wahai pengikutku yang setia, janganlah kalian takut. Dewa Dhushara bersama kita. Yakinlah kita akan menang." teriak Teana penuh semangat.

"Dhushares hashamayim... Dhushares hashamayim..." teriak mereka bersahut-sahutan memuja dewa mereka.

"Ikutilah ucapanku ini :"Kiy Lekha Hammam'lakhah,Ve'hag Ge'vurah Ve'hat Tiph'eret."

"Kiy Lekha Hammam'lakhah,Ve'hag Ge'vurah Ve'hat Tiph'eret" ucap para pengikut Teana menirukan apa yang mereka dengar.

      Dalam jarak yang makin dekat, para pengikut Teana melihat dengan jelas penampakan Bangsa Bawah. Mereka sangat ketakutan melihat makhluk aneh didepan mereka. Makhluk berbadan setengah manusia setengah ular sedang berjalan tegak melata diatas ekor mereka. Membuat sebagian pengikut Teana lari terbirit-birit.

"Jangan takut! Mereka hanyalah makhluk biasa. Kita harus yakin dengan kekuatan kita. Kita bisa mengalahkan mereka. Jadilah pahlawan untuk bangsa kita, Bangsa Nabataea." teriak Teana membakar semangat para pengikutnya.

      Bangsa Bawah terlihat mulai beringas. Dengan mata bersinar kehijauan dan lidah menjulur-julur keluar, mereka berlari menghunuskan pedang ke arah pasukan Teana.

      Melihat serangan seperti itu, Teana tidak gentar sedikitpun. Ia memerintahkan pasukannya untuk membuat barisan perlindungan membentuk garis melintang sepanjang gerbang untuk menghalau Bangsa Bawah agar tidak memasuki gerbang kota. Ia berteriak kepada pengikutnya yang berlari menjauh untuk segera kembali ke barisan. Mereka menuruti perintah Teana. Tidak berapa lama, gerbang Kota Hegra dipenuhi barisan manusia panjang berjajar membentuk sebuah benteng pertahanan.

      Dibawah terang sinar bulan, beberapa pasukan Teana berlari menyambut serangan Bangsa Bawah. Mereka berlari dengan gagahnya dan bersiap untuk menghabisi manusia-manusia ular itu. Namun sayangnya, ketika pedang dihunuskan, manusia ular itu berubah menjadi gumpalan asap hitam pekat. Pedang tajam itu tidak bisa melukai mereka sedikitpun.

      Tiba-tiba terdengar teriakan pasukan Teana. Bangsa Bawah berhasil melukai mereka. Melihat keadaan yang tidak seimbang, Teana memerintahkan mereka untuk mundur. Tapi semuanya terlambat. Beberapa pengikut Teana mulai berjatuhan dan mati.

      Apa yang dikhawatirkan Teana menjadi kenyataan. Didepan matanya, satu persatu pasukannya  bergelimpangan. Nyalinya mulai menciut. Ia berpikir keras bagaimana cara untuk mengalahkan Bangsa Bawah itu. Ketika serangan Bangsa Bawah tinggal beberapa langkah didepan Teana, muncullah sebuah bisikan. Bisikan Dalath.

                "Pukulkan Ebra itu ke tubuh mereka."

      Tanpa berpikir panjang, Teana berlari ke arah Shaheed, Almeera, Yazid dan Rajan. Masing-masing dari mereka kini telah menggenggam Ebra yang diberikan oleh Teana.

                "Pukulkan Ebra ini ke tubuh mereka." teriak Teana.

      Kelima orang itu mengangguk. Lalu mereka menyusup kedalam gerombolan pasukan Bangsa Bawah dan memukulkan Ebra ke tubuh mereka. Seketika itu juga, tubuh halus Bangsa Bawah berubah menjadi tubuh kasar. Dengan sekali kibasan Ebra, Bangsa Bawah tidak bisa berubah menjadi asap hitam pekat. Namun sebaliknya, tubuh mereka kini berubah menjadi gumpalan daging layaknya daging manusia, sehingga Teana dan pengikutnya bisa dengan mudah menghabisi Bangsa Bawah menggunakan pedang dan jambia mereka.

      Pertempuran antara Bangsa Bawah dengan Bangsa Nabataea kini berjalan seimbang. Banyak Bangsa Bawah mati bersimbah darah. Darah mereka berwarna merah kecoklatan. Bukan merah seperti darah manusia. Aliran darah yang keluar perlahan menguap ke udara menjadi kepulan asap hitam pekat diiringi jerit tangis yang memilukan. Roh mereka kini telah hancur. Jasad mereka terhempas diatas padang pasir. Jasad yang seketika itu pula berubah wujud menjadi kerangka ular. Kerangka tak berdaging.

      Dari atas sebuah batu cadas, Yodh menyaksikan kekalahannya. Kekalahan yang sangat menyakitkan. Kekalahan yang membuat harga dirinya jatuh. Harga dirinya seolah-olah diinjak oleh bangsa manusia.

      Tak ingin berlama-lama dalam kekecewaan, Yodh merapalkan mantra sihirnya untuk membuka pintu gerbang dimensi waktu. Tiba-tiba langit yang semula cerah berubah menjadi gelap. Sebuah lingkaran hitam disertai kilatan cahaya menyambar-nyambar muncul diatas batu cadas itu. "Cepat kalian masuk. Waktu kita tidak banyak." teriak Yodh yang kemudian melompat masuk kedalam lubang itu. Teana mendengar teriakan Yodh. Ia mengalihkan pandangannya ke sebuah lubang hitam diatas batu cadas tak jauh dari tempatnya berdiri.

      Sementara itu, para pengikut Teana mulai mengimbangi pertempuran. Teana bisa bernafas lega. Pertempuran kini berada dalam kendalinya. Sehingga ketika ia menyaksikan lubang hitam itu perlahan-lahan mulai menutup, ia segera berlari dan memanjat bukit batu cadas terdekat agar bisa  melompat masuk kedalamnya.

"Teana... Kau mau kemana?" teriak Galata melihat Teana berada diatas bukit batu cadas.

"Aku akan merebut kembali patung Dewa Dhushara. Hanya ini satu-satunya jalan terakhir kita." teriak Teana.

"Tunggu, aku ikut denganmu." teriak Galata.

      Ketika lubang hitam itu hampir menutup sempurna, mereka berdua telah berada didalamnya. Pertempuran itu akhirnya dimenangkan oleh Teana. Sesaat setelah pertempuran berakhir, para pengikut Teana kebingungan mencari mereka.

"Tuan Galata. Dimana Tuan?" teriak Shahed.

"Tuaaan. Tuan dimana?" teriak Almeera mencari Teana.

      Gerbang Kota Hegra kini sepi. Tidak ada bunyi pedang dan perisai. Langit kembali cerah. Bulan kembali bersinar. Menyinari kemenangan Teana malam itu.

***

      Sementara itu, tubuh Teana dan tubuh Galata telah berada didalam sebuah lorong hitam yang sangat panjang. Mereka berdua melayang-layang didalamnya. Bergerak mengalir seperti aliran sungai. Menuju ke sebuah titik didepan mereka. Sebuah titik yang terlihat makin terang dan terang. Hingga akhirnya titik itu berubah menjadi sebuah lubang yang dipenuhi cahaya putih. Tepat saat mendekati lubang itu, Teana dan Galata bersiap-siap untuk melompat keluar.

      Kini Teana dan Galata telah berada di Kerajaan Yodh. tepatnya mereka berada di depan gua yang dahulu pernah Teana kunjungi.

"Aviynu Sheb Bash Shamayim, Yitqad Deish Shimkha

Ba'arets Ka'asher Na'asah Vash Shamayim" ucap Teana pelan.

     Air terjun itu tersibak. Sebuah pintu terbuka lebar. Mereka masuk kedalam gua. Tepat seperti dugaan Teana, Patung Dewa Dhushara tersimpan aman dibawah kaki Dewa Temenos.

"Maafkan kami Dewa, maafkan." gumam Teana dalam hati.

     Ia bergegas masuk kedalam menuju altar. Namun tiba-tiba kedatangannya diketahui oleh pendeta kuil. Tiga orang pendeta kuil menghadang langkah mereka berdua.

"Tunggu, seenaknya saja kalian masuk tanpa izin dari kami. Mau apa kalian?" teriak salah seorang pendeta dengan lidah menjulur-julur keluar mengeluarkan suara desisan.

"Sudah jelas, mereka menginginkan patung itu." ucap pendeta lainnya sambil melirik kearah Patung Dewa Dhushara.

     Teana dan Galata hanya diam. Mereka menatap ketiga pendeta itu sambil sesekali mengarahkan pandangan mereka didalam area kuil. Membaca keadaan untuk menyiapkan langkah yang akan mereka ambil.

     Setelah beberapa detik, mereka berdua melakukan sebuah gerakan cepat. Teana dan Galata mengambil sisi kiri dan sisi kanan dinding gua. Dengan menendangkan kaki mereka ke dinding gua sambil melakukan gerakan melompat, mereka menyabetkan Ebra milik mereka ke tubuh para pendeta itu. Karena gerakan yang begitu cepat, para pendeta kuil tidak mampu menghindar. Mereka bertiga tewas di tangan Teana dan Galata. Mereka tewas oleh sabetan jambia milik Teana. Roh mereka hancur.

"Ayo segera kita ambil patung itu dan pergi dari sini." ucap Teana.

     Akhirnya mereka berhasil membawa Patung Dewa Dhushara. Teana membungkus patung itu dengan kain putih miliknya.

"Maafkan kami Dewa, tidak seharusnya engkau berada dibawah kaki Bangsa Bawah. Alangkah berdosanya kami membiarkanmu dihina oleh mereka. Maafkan kami Dewa." ucap Teana sambil mencium patung itu.

     Ketika hendak melangkah keluar kuil, tiba-tiba seorang pendeta mengetahui keberadaan mereka. Pendeta itu dikawal oleh dua orang prajurit kerajaan. Mereka berdiri didepan pintu masuk kuil.

"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan dengan patung itu? Kembalikan patung itu atau aku terpaksa menghabisi kalian!" teriak pendeta Kuil Pygmalion.

     Tanpa diperintah, kedua pengawal pendeta itu menyerang Teana dan Galata. Sebagai manusia ular, gerakan mereka sangat gesit. Kali ini Teana dan Galata hampir kalah. Namun akhirnya kedua manusia ular itu mati juga. Melihat pengawalnya telah mati, pendeta kuil segera berlari. Namun sayang, Galata berhasil mencengkeram leher pendeta itu setelah ia menyabetkan Ebra miliknya.

"Mau pergi kemana kau?" tanya Galata sambil mengarahkan jambia miliknya ke leher pendeta.

"Lepaskan aku, atau aku akan memanggil anak buahku kemari." ancam pendeta itu.

"Lakukan saja. Atau kau sudah tidak sayang rohmu?" ucap Galata sambil memainkan jambia miliknya didepan pendeta kuil. Tubuh kasar pendeta itu mulai melemah. Kekuatan Ebra milik Galata membuat energinya terkuras.

"Hentikan Galata, jangan kau bunuh pendeta itu." perintah Teana dengan wajah serius.

"Tapi Teana, jika kita membiarkannya lolos maka ia akan melapor kepada Yodh."

"Aku tahu, serahkan ia padaku. Biar aku yang mengurusnya." ucap Teana.

     Kini didalam lubang dimensi waktu ada dua orang manusia dan seorang Bangsa Bawah. Teana sengaja menahan pendeta Kuil Pygmalion bersamanya agar ia bisa masuk kedalam pintu gerbang dimensi waktu. Sebab hanya makhluk dari Bangsa Bawah saja yang mengetahui mantra untuk membuka pintu itu. Tidak berapa lama, mereka bertiga akhirnya sampai di Kota Hegra. Sebuah lubang putih telah nampak didepan mereka.

"Lepaskan pendeta itu." perintah Teana.

"Tapi Teana, dia..."

"Lepaskan saja Galata. Biarkan dia kembali ke kerajaannya. Biar Yodh tahu bahwa kita telah berhasil merebut patung milik kita."

     Yodh mengangguk. Ia melepaskan cengkeraman tangannya dan melemparkan manusia ular itu kedalam lubang hitam. Sambil menunggu pintu gerbang dimensi waktu menutup sempurna, Galata berdiri didepan lubang sambil mengibas-ibaskan Ebra miliknya. Sedangkan pendeta Kuil Pygmalion bergegas lari menjauh kedalam lubang. Kembali ke Kota Paphos. Mengabarkan kekalahan mereka kepada Yodh.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun