Mohon tunggu...
M PramanaHS
M PramanaHS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Penyuka hal keunikan. Pengagum rahasia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Raup Keuntungan Miliaran dari Akuakultur 3 Jenis Mikroalga dan Inovasi Produk Masa Depan? Begini Caranya!

5 Desember 2022   09:30 Diperbarui: 5 Desember 2022   18:36 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Apa sih mikroalga? 

Mikroalga merupakan tumbuhan air yang berukuran mikroskopik, memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, pangan, dan telah dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan mulai dari bidang perikanan sebagai makanan larva ikan, organisme penyaring, industri farmasi, dan makanan suplemen dengan kandungan protein, karbohidrat, lipid, dan berbagai macam mineral. 

Selain itu, mikroalga juga digunakan dalam pengolahan limbah logam berat sebagai pengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam serta dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatifuntuk biodiesel. Hal ini dikarenakan biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin juga mengandung minyak (Bagus et al 2011).

Mikroalga merupakan organisme tumbuhan yang paling primitif yang berukuran renik, dan hidup di seluruh wilayah perairan, baik air tawar maupun air laut. Mikroalga memang sudah lama dipergunakan untuk industri farmasi, kesehatan dan sebagainya. Mikroalga diklasifikasikan sebagai tumbuhan karena memiliki klorofil dan mempunyai suatu jaringan sel menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Melalui pendekatan suatu skema klasifikasi, spesies mikroalga dikarakterisasi berdasarkan kesamaan morfologi dan biokimia (Bagus et al 2011).

Sel mikroalga dapat dibagi menjadi sepuluh divisi, dan setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut memberikan andil pada kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada empat karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikroalga yaitu; tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel berbentuk koloni/filamen adalah merupakan informasi penting didalam membedakan masing-masing kelompok (Bagus et al 2011).

Yuk kenali biologi dari 3 jenis mikroalga ini! 


Spirogyra sp.

- Metabolit Spirogyra sp.

Metabolit adalah senyawa-senyawa organik yang dihasilkan dari proses metabolisme. Pengujian metabolit menggunakan uji fitokimia. Metabolit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Golongan metabolit primer berperan penting terhadap proses pertumbuhan dan pembentukan energi, sedangkan metabolit sekunder berperan sebagai pelindung. Berdasarkan hasil penelitian Windyaswari et al. (2019), kandungan metabolit primer pada Spirogyra sp. antara lain karbohidrat yang ditandai dengan endapan merah, dimana pengujian menggunakan uji Barfoed serta mengandung protein menggunakan jenis pengujian Ninhidrin dan kandungan metabolite sekunder pada Spirogyra sp. yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, dan kuinon.

Alkaloid sebanyak 1 ml sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi meyer terbentuk endapan putih kekuningan, terbentuk endapan coklat dengan pereaksi wagner dan terbentuk endapan merah hingga jingga dengan pereaksi dragendorf. Menurut Windyaswari et al. (2019), Spirogyra sp dinyatakan positif karena apabila sampel direaksikan ke pereaksi Mayer dapat berikatan dengan alkaloid dari sampel melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg dari pereaksi Mayer yang akan menghasilkan endapan senyawa kompleks merkuri non polar. Menurut Prathana (2017) dalam Windyaswari et al. (2019), pereaksi Dragendorff dapat mengendapakan alkaloid karena alkaloid terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu pasang elektron bebas menyebabkan alkaloid nukleofilik sehingga alkaloid mampu mengikat ion logam berat.

Flavonoid sebanyak 1 ml sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alcohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. Prinsip tersebut berdasarkan reaksi Cyanidin Willstater yang dapat mendeteksi y-benzopiren dengan syarat gugus ini dengan ikatan rangkap C2 dan C3 beresonansi dan membentuk rangka sianidin dengan H+. Sampel yang mengandung flavonoid menghasilkan warna merah termasuk kedalam flavonoid pigmen antosianin. Pigmen antosianin dapat ditemukan pada tanaman atau tumbuhan.

Polifenol akan membentuk kompleks Fe(OH)3 direaksikan dengan pereaksi FeCl3 menghasilkan warna biru kehitaman dan Spirogyra sp positif megandung polifenol. Menurut Kumar et al (2015), kandungan polifenol pada Spirogyra sp sangat tinggi dibandingkan mikroalga Ulva lactuca. Spirogyra sp teridentifikasi mengandung metabolit sekunder salah satunya positif mengandung polifenol.

Tanin bereaksi dengan ditandai protein atau senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid akan menggumpal. Menurut Windyaswari et al. (2019), Spirogyra sp. positif mengandung tanin apabila direaksikan dengan gelatin. Senyawa tanin termasuk kedalam metabolit sekunder.

Menurut Prathana (2017), Spirogyra sp, positif hidrokuinon karena pereaksi KOH digunakan dalam analisis sehingga dapat menambah gugus hidroksil pada struktur senyawa. Berdasarkan pernyataan sebelumnya Spirogyra sp. positif hidrokuinon karena menggunakan pereaksi KOH. Pereaksi KOH dapat menambah gugus hidroksil. Hidrokuinon termasuk senyawa metabolit sekunder.

Menurut Becker 1994 dalam Hadiyanto et al. (2012) Spirogyra sp. mengandung 33-64% karbohidrat dan 6-20% protein. Spirogyra sp. mengandung karbohidrat tertinggi setelah Porphyridium cruentum sebesar 40-57%, sedangkan Spirogyra sp. mengandung protein rendah sebesar 6-20% dibandingkan mikroalga Porphyridium cruentum sebesar 28-39%. Spirogyra sp. positif mengandung karbohidrat dengan menggunakan uji Barfoed yang ditandai endapan merah, dimana endapan ini dapat mengindikasikan monosakarida. Monosakarida berperan sebagai pereduksi kuat dan mampu membentuk ion kupri. Spirogyra sp. mengandung protein dengan menggunakan uji ninhdrin yaitu sampel ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0.1% sehingga semua asam amino dalam protein bereaksi dengan membentuk senyawa aldehid. Sampel yang menggunakan uji ninhydrin jika positif maka akan menunjukkan sampel berwarna biru.

- Kultivasi Spirogyra sp.

Spirogyra sp. diambil dari sungai atau pada media wadah budidaya dengan menggunakan alat plankton net, kemudian diisolasi. Budidaya Spirogyra sp. dapat dilakukan secara tertutup dan terbuka. Budidaya terbuka dapat dilakukan dengan menggunakan wadah atau media kolam sedangkan untuk budidaya tertutup menggunakan reaktor kolom gelembung dan fotobioreaktor kolom gelembung. Fotobioreaktor merupakan sebuah bioreaktor dengan menggunakan beberapa jenis sumber cahaya diantaranya cahaya matahari, lampu fluorescent atau led (Hadiyanto et al., 2012). Pada media tertutup mempercepat pertumbuhan mikroalga karena peningkatan karbondioksida. Selain itu pada media tertutup kualitas air fisik-kimia dapat terkontrol.

Metode selanjutnya yaitu dengan pengunaan cahaya lampu dan pemberian nutrisi, serta pengukuran berat pada mikroalga jenis ini. Langkah ini dilakukan berdasarkan Vogel et al (2018):

1. Penggunaan cahaya lampu: cahaya disediakan 24/7 oleh lampu uap natrium tekanan tinggi dan intensitas diukur dengan pengukur cahaya 250A.

2. Pemberian nutrisi: Konsentrasi fosfat dan nitrat diukur dua kali seminggu, kemudian ditambahkan ke suspense alga jika dibutukan untuk mendaptakan konsentrasi 200 m fosfat dan 500 mg nitrat dan terakhir zat besi ditambahkan sebesar 2,5 mg.

3. Pengukuran berat kering: Pertumbuhan diperkirakan dengan pengukuran harian berat sel kering. Volume suspense alga disaring melalui filter serat gelas yang telah ditimbang, kemudian dicuci dengan 20 mL air deionisasi dan dikeringkan selama minimal 2 jam pada 105oC. Sebelum pengukuran sampel disentrifugasi selama 5 menit. Konsentrasi nitrogen dilakukan pengujian, kemudian supernatant yang digunakan untuk pengukuran, diencerkan. Terakhir knsentrasi fosfat dilakukan pengujian.

Faktor Pertumbuhan mikroalga dapat mempengaruhi hasil biomassa. Beberapa faktor pertumbuhan mikroalga yang dapat menaikkan laju pertumbuhan biomassa Vogel et al (2018):

1. Intensitas Cahaya: intensitas cahaya akan dikurangi setelah pertumbuhan mikroalga pada fase eksponensial

2. Temperatur: 23oC

3. Nutrien: pemberian nutrient yang telah dibahas di bagian seelumnya.

4. Karbondioksida: karbondioksida rendah tidak diatas batas komposisi udara normal.

5. Ph: 6,9

6. Pengadukan: metode pengadukan dapat menggunakan metode otomatis dan menggunakan udara. Fungsinya untuk mncampurkan nutrient dan meningkatkan disfusitas gas CO2.

Masa pertumbuhan mikroalga yaitu fase lag, fase eksponensial (fase log), fase stasioner dan fase kematian. Fase lag adalah fase adaptasi, mikroalga membutuhkan adaptasi pada lingkungan baru (inokulum). Fase lag pada Spirogyra sp. berlangsung 1-3 hari (Vogel et al., 2018). Fase eksponensial adalah fase dimana mikroalga tumbuh, pada fase ini mikroalga panen atau mulai diambil untuk digunakan produk atau pakan hewan air seperti udang. Spirogyra sp. waktu penggandaan sel sekitar 24 jam dan 3,5 jam dibutuhkan selama beberapa minggu untuk mendapatkan kultur alga yang padat dari sel tunggal (Vogel et al., 2018). Fase stationer adalah fase dimana tidak ada lagi pertumbuhan mikroalga karena perubahan lingkungan serta kekurangan nutrient (Hadiyanto et al., 2012). Fase kematian adalah fase dimana tidak ada kehidupan bagi mikroalga. 

- Pemanenan

Pemanenan dilakukan apabila mikroalga telah mencapai fase eksponensial/ fase log. Proses pemanenan dapat dilakukan beberapa tahapan. Tahapan pertama mikroalga dikurangi kadar airnya, kemudian tahap selanjutnya dilakukan proses pengeringan, ekstraksi, hidrolisis, dan lain-lain. Proses pengeringan dilakukan apabila mikroalga yang digunakan untuk mengelola limbah (Hadiyanto et al., 2012). Proses ekstraksi dan hidrolisis bisa dijadikan untuk produk farmasi, dan bioenergi. Berikut ini teknik pemanen mikroalga yang bisa diterapkan (Handayani et al., 2012):

1. Sentrifugasi: proses pemisahan yang bergerak melawan arah jarum jam sebagai pendorong untuk memisahkan padatan dan cairan, yang dimana proses pemisahan ini berdasarkan pada ukuran partikel serta perbedaa densitas dari komponen yang akan dipisahkan.

2. Flokulasi: Partikel zat terlarut dalam larutan bentuknya membulat disebut flok. Teknik ini di khususkan untuk mikroalga yang berukuran kecil yaitu 5-50µm. 

3. Filtrasi: Proses ini dapat diaplikasikan untuk proses pemanen mikroalga dengan ukuran yang besar sebagai contoh Spirogyra sp. Jenis filtrasi yang dapat digunakan yaitu filtrasi bertekanan atau filtrasi vakum.

Menurut Hadiyanto et al (2012), filter bertekanan yaitu menggunakan tekanan cairan yang dipompa dan dikendalikan dengan tekanan gas, sedangkan filtrasi vakum yaitu gaya pendorong diakibatkan karena adanya gaya penghisap. Filtrasi vakum harga relatif lebih murah dibandingkan dengan filtrasi bertekanan. Hal ini dikarenakan dapat menyerap air lebih banyak. Filter vakum dapat diaplikasikan pada suatu industri berskala besar.

Nannochloropsis sp.

- Metabolit Nannochloropsis sp.

Metabolite pimer pada Nannochloropsis sp. yaitu 20,10% karbohidrat dan 55,80% protein (Arifah 2014). Metabolite sekunder dapat dilakukan dengan pengujian biuret (senyawa peptide) dan pengujian ninhidrin. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan penelitian sebelumnya Nannochloropsis sp positif mengandung senyawa peptide yang ditandai sampel berwarna ungu dan positif mengandung senyawa asam amino yang ditandai dengan warna biru. Nannochloropsis sp kandungan lemaknya (lipid) berat kering sebesar 31-68% (Chisti 2007 dalam Hadiyanto et al., 2012). Kandungan minyak pada jenis mikroalga ini sebesar 31-68% berat kering (Handayani et al., 2012).

- Kultivasi Nannochloropsis sp.

Proses kultivasi bisa menggunakan fotobioreaktor sistem tertutup dan sistem terbuka. Umumnya menggunakan fotobioreaktor sistem tertutup. Kultivasi mikroalga dimulai dari skala laboratorium hingga skala komersial. Berdasarkan Sebagian sel Nannochloropsis sp. terserap dalam filter diambil setiap 12 jam sekali. Berikut ini tahapan kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp (Fitriani 2012):

1. Mempersiapkan peralatan dan mensterilkan semua peralatan yang akan digunakan

2. Pembuatan medium menggunakan metode walne

3. Pembiakan kultur murni:

• Persiapkan medium dan wadah yang sudah disterilkan

• Sampel dimasukkan kedalam wadah steril dan dicampurkan dengan medium

• Kemudian di bubbling menggunakan kompresor udara dan CO2, selain itu dengan memberikan intensitas cahaya

• Pembiakan dapat dilakukan selama satu minggu atau lebih, tetapi untu mencapai lag time hanya mencapai 2-3 hari.

4. Penentuan Jumlah inokulum:

• Kultur yang akan dihitung, diaduk hingga semua endapan Nannochloropsis sp. merata dalam medium

• Sampel inokulum diambil secukupnya apabila menggunakan mikroskop, sedangkan apabila menggunakan spektrofotometer diambil sebanyak 5 mL.

Faktor Pertumbuhan mikroalga dapat mempengaruhi hasil biomassa. Beberapa faktor pertumbuhan mikroalga yang dapat menaikkan laju pertumbuhan biomassa (Fitriani 2012) 

1. Intensitas Cahaya: 5000-200.000 lux

2. Temperatur: temperature optimum bagi perkembangan Nannochloropsis sp. 23-36oC

3. Nutrien: pemberian nutrient yang telah dibahas di bagian seblumnya.

4. Karbondioksida: 1-2%

5. Ph: 7-9

6. Salinitas: salinitas optimum bagi perkembangan Nannochloropsis sp.adalah 33-35 ppt.

7. Pengadukan: metode pengadukan dapat menggunakan metode udara. Fungsinya untuk mencampurkan nutrient dan meningkatkan disfusitas gas CO2 

Fase pertumbuhan pada Nannochloropsis sp. sama seperti fase mikroalga pada umumnya yaitu mengalami fase lag, fase eksponensial / fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Perbedaannya hanya pada watu, yang dimana pada fase lag mikroalga Nannochloropsis sp. membutuhkan 2-3 hari sedikit lambat dibandingkan dengan Spirogyra sp. hanya membutuhkan 1-3 hari. Menurut Fitriani (2012), fase lag mikroalga Nannochloropsis sp. membutuhkan 2-3 hari. Pada fase log mikroalga digunakan untuk membuat produk, artinya fase ini adalah panen. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas mikroalga sangat baik dibandingkan dengan fase stasioner.

- Pemanenan

Teknik Pemanenan pada jenis mikroalga disesuaikan berdasarkan pada ukuran tubuhnya. Nannochloropsis sp. berukuran 2-4 mikron, artinya teknik yang sesuai digunakan untuk pemanenan adalah teknik flokulasi. Tenik flokulasi digunakan bagi jenis mikroalga yang ukuran tubuhnya kecil 5-50µm (Handayani et al., 2012).

Schizochytrium sp.

- Metabolit Schizotyrium sp.

Schizotyrium sp. positif mengandung senyawa peptide dan asam amino. Senyawa peptide dilakukan pengujian biuret dan asam amino dilakukan pengujian ninhidrin. Selain itu, Schizotyrium sp. mengandung lemak tak jenuh seperti DHA, EPA, FPA. Schizotyrium yang hidup di lautdapat menghasilkan DHA 33-39% dari total asam lemak dan mengandung 50-77% (Hadiyanto et al., 2012).

- Teknik Isolasi Schizotyrium sp.

Menurut Rahman Hakim (2012), teknik pengambilan isolasi dari perairan diantaranya yaitu mengambil sampel menggunakan plankton net, pindahkan dengan loop dan gores ke media agar. Pembuatan media agar yaitu media agar 0,8%, 1 g/L pepton, 2 g/L ekstrak ragi 4 g/L glukosa, dan antibiotik termasuk ampisilin (bentuk natrium), streptomisin sulfat, dan kanamisin sulfat (100 mg /L masing-masing). Setelah inokulasi, cawan dibungkus kemudian disimpan pada suhu 26°C selama 2-5 hari. Selanjutnya diidentifikasi berdasarkan urutan gen 18S rRNA.

Menurut Rahman Hakim (2012), teknik pengambilan isolasi dari daun mangrove berdasarkan yaitu disuspensasikan dalam air laut steril kemudian diberi umpan serbuk sari pinus. Suspensi daun kemudian digoreskan pada agar plate dan diinkubasi selama 4-5 hari, selanjutnya diidentifikasi.

- Kultur Schizotyrium sp.

Kultur kemudian dibudidayakan pada suhu 26°C selama 1 minggu dengan pengadukan terus menerus (150 rpm) (Hakim 2012)

- Kultivasi Schizotyrium sp.

Kultivasi dilakukan secara bertahap Koloni tunggal dalam media agar diinokulasi ke dalam labu 250 mL dengan media 50 mL dan dikultivasi selama 24 jam. sebesar 1% (v/v) dan ditanam selama 24 jam. Kultur benih (10%, v/v) kemudian dipindahkan ke fermentor 1500-L dengan volume kerja 1.000 L selama 96 jam. Biomassa dicapai (71 g/L), dan mengandung kadar lemak tinggi (35,75 g/L), dan persentase DHA tinggi (48,95%) (Ren et al., 2010 dalam Hakim 2012).

- Medium Schizotyrium sp.

Medium yang dibutuhan untuk pertumbuhan Schizotyrum sp. yaitu jenis sumber karbon glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa dan sukrosa dan sumber nitrogen yang dibutuhkan untuk menumbuhkan Schizochytrium yeast extract, peptone, tryptone, urea, monosodium glutamat, sodium nitrat, amonium klorida (Rahman 2012).

- Faktor Pertumbuhan Schizotyrium sp.

Faktor Pertumbuhan mikroalga dapat mempengaruhi hasil biomassa. Beberapa faktor pertumbuhan mikroalga yang dapat menaikkan laju pertumbuhan biomassa (Rahman 2012):

1. Intensitas Cahaya: tidak

2. Temperatur: 26oC

3. Nutrien: pemberian nutrient yang telah dibahas di bagian sebelumnya.

4. Karbondioksida: 1-2%

5. Ph: Biomassa masimum 14,99 g/L diperoleh Ph 4,0, apabila untuk digunakan produksi DHA menggunakan Ph 7,0

6. Salinitas: 1 ppt

7. Pengadukan: metode pengadukan dapat menggunakan metode otomatis dilakukan secara terus menerus selama 1 minggu (150 rpm). Fungsinya untuk mencampurkan nutrient dan meningkatkan disfusitas gas CO2 

Fase pertumbuhan pada Schizotyrum sp. sama seperti fase mikroalga pada umumnya yaitu mengalami fase lag, fase eksponensial / fase log, fase stasioner, dan fase kematian. Perbedaannya hanya pada waktu, yang dimana pada fase lag mikroalga Schizotyrum sp. membutuhkan 24 jam lebih cepat dibandingkan Nannochloropsis sp 2-3 dan Spirogyra sp. Pada fase log mikroalga digunakan untuk membuat produk, artinya fase ini adalah panen. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas mikroalga sangat baik dibandingkan dengan fase stasioner.

Produk Inovasi dari Mikroalga

- Minyak Omega 3

Mikroalga secara alami mengandung asam lemak omega 3 yang dapat diekstrak dan dipurifikasi untuk dijadikan produk nutrisi yang bermanfaat bagi manusia. Asam lemak omega-3 (PUFA n-3) meru- pakan asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat dalam makanan sebagai α-linolenat acid (ALA, C18:3, n-3) kacangan [31,32]. ALA merupakan rantai terpendek dari n-3 dan banyak terkandung dalam minyak nabati dan kacang-kacangan. Eicosapentae- noic acid (EPA, C20:5, n-3) dan docosahexaenoic acid (DHA, C22:6, n-3) merupakan produk turunan dari n-3 yang banyak terdapat dalam ikan dan mikroorganisme lain seperti mikroalga dan bakteri [32,33] (Noer et al. 2012).

- Bioetanol

Keberadaan mikroalga sangat berpotensi dalam produksi bioethanol untuk menggantikan bahan baku yang masih bernilai pangan tinggi. Mikroalga mengandung karbohidrat dan protein yang dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam proses fer- mentasi pembentukan bioethanol. Tabel 6 menunjukkan kandungan protein dan karbohidrat dari beberapa spesies mikroalga. Kelebihan dari penggunaan mikroalga sebagai bahan baku produksi bioethanol antara lain: proses fermentasi memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses produksi biodiesel, selain itu produk samping yang berupa karbon dioksida dapat digunakan kembali sebagai sumber karbon dalam proses kultivasi mikroalga (Noer et al. 2012).

- Biodiesel

Mikroalga merupakan biomasa yang potensial untuk digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel karena tingkat pertumbuhannya sangat tinggi serta memiliki fraksi lipid yang dapat digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Banyak teknologi yang diteliti untuk mengekstraksi minyak (lipid) dari mikroalga, namun hanya beberapa teknologi yang umum digunakan. Teknologi tersebut antara lain: expeller/ pengepresan minyak, ekstraksi cair-cair dengan menggunakan solven, supercritical fluid extraction (SFE), dan teknik ultrasound (Noer et al. 2012).

Jadi gimana teman-teman mulai tertarik untuk kultur dan produksi olahan jenis mikroalga ini? 

Hehehe… gimana-gimana? Tenang aja kok? Untungnya bisa berkali-kali lipat, bahkan hingga mencapai keuntungan 1 milyar loh.. Hehe 

Kami berharap , dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai cara kultur maupun kultivasi untuk dijadikan inovasi dalam pembuatan produk yang bermanfaat untuk masa sekarang maupun masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Arifah, S. 2014. Studi Kemampuan Nannochloropsis sp. Dan Chlorella sp. Sebagai Agen Bioremediasi Logam Berat Merkuri (Hg) dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan. [Skripsi]. Surabaya : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga.

Fitriani, Gesti Aprilia. 2012. Pengaturan Laju Hisap Filter Dalam Sistem Produksi Biomassa Nannochloropsis sp. Menggunakan Teknik Filtrasi Kontinyu Dalam Aliran Sirkulasi Kultur Media.[Skripsi]. Depok : Fakultas Teknik. Universitas Indonesia.

Hadiyanto & Azam M. 2012. Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan. Semarang : UPT UNDIP Press.

Hakim, AR. 2012. Potensi Mikroalga Heterotroph (Schizochytrium sp.) Sebagai Sumber DHA. Squalen. 7 (1) : 29-38.

Handayani EB & Ariyanti D. 2012. Potensi Mikroalga Sebagai Sumber Biomassa dan Pengembangan Produk Turunannya. Teknik. 33 (2) : 58-65.

Kumar J, Dhar P, Tayade A, Gupta D, Chaurasia, Upreti DK, Toppok, Arora K, Susela MR, Srivastava RB. 2015. Chemical Composition and Biological Activities of Trans-Himalayan Alga Spirogyra porticalis (Muell) Cleve. Journal Pone. 10 (2) : 1-24.

M Bagus H., Sumardi, L Choviya., & Siti MF. 2011. Perancangan Bioreaktor Untuk Pembudidayaan Mikroalga. Jurnal Teknologi Pertanian. 12 (3): 153-162.

Noer AH & Dessy A. 2012. Potensi Mikroalga sebagai Sumber Biomasa dan Pengembangan Produk Turunannya. Jurnal. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 33 (2): 58-65.

Sulfahri, Mushlihah S, Utami RS, Sunarti E. 2011. Pemanfaatan Spirogyra Sebagai Bahan Baku Bioetanol Dengan Penambahan Enzim Amilase. Jurnal Purifikasi. 12 (1) : 9-16.

Syaifuddin AT, Tiyan V, Melisa AO. 2020. Identifikasi Mikroalga Pada Air Sumur Didaerah Kecamatan Kota Kabupaten Kudus. Jurnal Pendidikan Biologi. 1 (2) : 62-80.

Takano T, Higuchi S, Ikegaya MR, Kawacni M, Takashahi, Nozaki H. 2019. Identification of 13 Spirogyra Species (Zygnemataceae) by Traits Of Sexual Reproduction Induced Under Laboratory Culture Conditions. Scientific. 9 (1) : 1-11.

Tri A, Pratiwi NTM, Hariyadi S. 2014. Fitoremediasi Limbah Budidaya Sidat Menggunakan Filamentous Algae (Spirogyra sp.). Jurnal Depik. 3 (1) : 1-10.

Vogel V & Burgman P. 2018. Culture of Spirogyra sp. In a Flat-Panel Airlift Photobioreactor. Biotech. 8 (6) : 1-6.

Windyaswari As, Elfahmi, Faramayuda F, Priyanti S, Luthfi OM, Ayu I, Pratiwi NTM, Husna KHN, Maghfira R. 2019. Profil Fitokimia Selada Laut (Ulva lactuca) dan Mikroalga Filamen (Spirogyra sp.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 7 (2) : 88-101

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun