1% dan 99%
suara komentator bergema memenuhi ruang tamu kecil itu. Lampu temaram, kopi hampir dingin, dan dua sahabat --- Taher dan Udik --- duduk di depan televisi 32 inci yang menampilkan laga semifinal Liga Champions 2022: Real Madrid vs Manchester City.
skor agregat masih 5--3 untuk City. Waktu menunjukkan menit ke-89.
"Udah, Her. Madrid kelar," kata Udik, menyandarkan tubuh di sofa dengan santai. "Nggak ada harapan. Pep udah belajar dari tahun lalu. Mainnya City tuh rapi banget."
taher tidak menjawab. Tatapannya terpaku pada layar, seperti sedang berdoa dalam hati. "Lo tahu, Dik, Madrid itu bukan cuma klub. Mereka tuh simbol harapan. Lo nggak bakal ngerti kalau cuma lihat skor."
udik terkekeh. "Harapan? Nih, gue kasih tahu. Statistik bilang, peluang Madrid buat lolos tinggal 1%. Itu artinya: selesai."
taher menoleh cepat. "Dan itulah bedanya kita, Dik. Gue percaya sama 1% itu."
detik-detik berlalu. Stadion Santiago Bernabu di layar bergemuruh, tapi di ruang tamu hanya ada bunyi jam dinding dan degup jantung yang terasa makin cepat.
lalu menit 90+1 datang. Camavinga mengirim umpan ke Benzema, bola disapu ke tengah --- Rodrygo menyambar!
"GOOOLLL!!!" teriak komentator.
taher meloncat dari kursi, bantal di tangannya terlempar. "AKU BILANG APA, DIK! BELUM SELESAI!"
udik ternganga. "Hah?! Serius? Satu gol di menit segitu?"
belum sempat napasnya tenang, dua menit kemudian Rodrygo lagi-lagi menanduk bola hasil umpan Carvajal. Bola masuk. Gawang Ederson bergetar.
skor 2--1 untuk Madrid malam itu, agregat jadi imbang. Seluruh stadion menggila.
taher berlutut di lantai, suaranya bergetar, "Ya Allah... ini beneran. Ini... bukan mimpi, kan?"
udik menatap layar dengan mulut terbuka. "Dua gol dalam dua menit. Gila. Nih orang bener-bener punya jimat."
taher menatapnya penuh keyakinan. "Itu bukan jimat, Dik. Itu keyakinan. Lo lihat sendiri. Dunia boleh ngasih kita 1% peluang, tapi kalau lo percaya, lo bisa ubah 99% ketidakmungkinan itu."
pertandingan lanjut ke perpanjangan waktu. Menit ke-95, Benzema dijatuhkan di kotak penalti. Wasit menunjuk titik putih.
"Ah, udah habis City," kata Taher pelan.
benzema maju. Satu langkah, dua langkah, lalu tembakan pelan ke kiri gawang --- GOAL. Madrid unggul 3--1.
taher menatap layar dengan mata berkaca. "Lihat, Dik. 1% itu nyata."
udik menghela napas panjang, lalu tersenyum. "Gue nggak tahu harus ngomong apa. 99% dunia mungkin udah nyerah, tapi ternyata yang 1% itu cukup buat ngebalik semuanya."
taher duduk tenang. "Hidup juga gitu, Dik. Banyak orang berhenti karena mikir kesempatan mereka kecil. Padahal, selama masih ada waktu, sekecil apa pun, selalu ada ruang buat keajaiban."
udik terdiam sejenak, lalu menatap kopi dinginnya. "Lo bener juga, Her. Kadang kita terlalu cepat nyerah, padahal peluit terakhir belum ditiup."
taher tersenyum. "Itulah Madrid. Itulah hidup."
ketika wasit meniup peluit panjang, Madrid resmi lolos ke final. Stadion bersorak, komentator berteriak, dan dua sahabat itu saling menatap dalam diam.
taher mematikan TV, lalu berkata pelan, "Dunia ini penuh orang 99% yang realistis, tapi cuma 1% yang berani percaya. Dan dunia kadang lebih berpihak pada yang percaya."
udik mengangguk. "Mulai malam ini, gue ikut jadi 1%."
taher menepuk bahunya. "Bagus. Karena cuma orang 1% yang tahu rasanya menang melawan harapan."
mereka tertawa, lalu duduk menatap sisa hujan di luar jendela. Di luar sana, dunia tetap sama --- tapi di hati mereka, sesuatu telah berubah: keyakinan bahwa keajaiban itu nyata, bahkan jika peluangnya cuma 1%.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI